Rabu, 07 November 2012
Filsafat Pendidikan Matematika
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, industri, dan penerapan-penerapan baru dalam kehidupan manusia menjadikan matematika semakin menonjol peranannya. Matematika diperlukan bukan hanya sebagai “bahasa”, akan tetapi matematika telah menjadi media atau alat yang penting dalam hampir seluruh aktivitas kehidupan manusia, terutama dalam pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, industri, sosial, dan budaya (Suhendra, dkk, 2007: 7.1). Menurut Paul Ernest (Martin, 2009) belajar adalah membangun pengetahuan melalui komunikasi, oleh karenanya pendidikan matematika harus membantu perkembangan konstruksi pengetahuan melalui keterkaitan aktif dan interaksi siswa.
Filsafat berasal dari bahasa Yunani yang berarti cinta pengetahuan atau kebenaran. Pemikiran-pemikiran dalam filsafat didasarkan atas pemikiran manusia dan hasilnya sangat tergantung pada pandangan filosof atau manusia yang bersangkutan (Jalaluddin, 2007: 17). Meskipun kesimpulan dalam filsafat bersifat hakiki, namun tetap saja masih relatif dan subjektif, hal ini adalah alamiah (kodrati). Jadi dapat dikatakan pula bahwa kebenaran filsafat juga bersifat relatif, artinya bahwa kebenaran tersebut masih bisa mengalami perkembangan sesuai dengan perubahan zaman dan peradapan manusia.
Filsafat dibutuhkan manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berebagai lapangan kehidupan manusia. Jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang sistematis, integral, menyeluruh, dan mendasar. Dalam bidang pendidikan diperlukan pula filsafat pendidikan yang menitikberatkan pada pelaksanan prinsip-prinsip dan kepercayaan yang menjadi dasar dari filsafat umum dalam upaya memecahkan masalah atau persoalan-persoalan pendidikan secara praktis (Jalaluddin, 2009: 19).
Filsafat pendidikan matematika pada intinya dapat dikatakan sebagai sebuah maksud adan tujuan untuk pendidikan matematika, sebuah teori pembelajaran matematika, dan sebuah teori pengajaran matematika yang menerapkan teori pembelajaran dalam membangun tujuan tersebut (Martin, 2009: 3). Penerapan filsafat pendidikan dalam pembelajaran matematika dapat membantu guru untuk memahami pentingnya konsep pendidikan matematika, praktik pembelajaran matematika, serta memahami bahasa matematika. Selanjutnya diharapkan akan terwujud pembelajaran matematika yang membawa siswa mampu mengembangkan diskusi mengenai bagaimana menemukan matematika, metodologi apa yang diterapkan, dan bagaimana pengetahuan matematika mencapai status sebagai imlu yang terjamin, bagaimana siswa mengembangkan pengalaman matematika mereka, apa nilai matematika, asal-usul siswa, tujuan pendidikan matematika, asal-usul siswa belajar matematika, asal-usul sumber belajar mengajar, dan asal-usul matematika sekolah (Marsigit, 2009).
Konsep pengajaran dan pembelajaran matematika lebih khusus mengenai maksud dan tujuan, silabus, buku teks, kurikulum, metode mengajar, prinsip didikan, teori belajar, penelitian pendidikan matematika, konsepsi guru mengenai matematika, dan pengajaran matematika yang sebaik persepsi siswa terhadap matematika, membawa bersama mereka atau bahkan berhenti pada pandangan filsafat dan epistimologi dari matematika (Marsigit, 2009).
Matematika termasuk pelajaran yang tidak disukai, banyak siswa yang takut akan pelajaran matematika, oleh karenanya guru matematika harus memahami karakteristik pelajaran matematika dan karakteristik siswa agar pelajaran matematika yang abstrak dapat mudah diterima siswa sehingga siswa akan senang belajar matematika (Suhendra, dkk, 2007: 7.1). Untuk memperdalam pemahaman mengenai pembelajaran matematika tentunya bukan hal yang mudah, atau dapat pula dikatakan bahwa mengajar matematika itu sulit, sebab siswa sulit belajar matematika (Marsigit, 2009).
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat matematika mencakup ontologi dan epistemologi. Ontologi menyangkut hakekat matematika, apakah hakekat yang ada dibalik matematika, sedangkan secara epistemologi adalah berkaitan dengan bagaimana cara menjawab pertanyaan mengenai matematika, cara memperoleh dan menangkap permasalahan dalam matemaika. Filsafat pendidikan matematika mengacu pada masalah belajar dan mengajar. Filsafat matematika membentuk filsafat pendidikan matematika, artinya bahwa filsafat pendidikan matematika didukung oleh filsafat matematika (Martin, 2009: 63). Menurut Ernest, matematika adalah pengetahuan yang dibangun (mathematical knowledge is constructed) bukan ditemukan (discovered). Matematika sebagai ilmu adalah matematika yang utuh dalam sistem maupun strukturnya yang deduktif aksiomatik. Artinya kebenaran matematika didapatkan dengan menggunakan penalaran deduktif kemudian disusun rangkaian kebenaran konsistensi yang menuju kepada kesimpulan akhir (Soemoenar, dkk., 2007: 1.19).
Filsafat matematika Ernest didasarkan pada asumsi bahwa kebenaran matematika tidak pernah sama sekali pasti. Selanjutnya Ernest dalam Martin (2009) menyatakan bahwa faktor paling penting dalam penerimaan masalah yang diusulkan dari pengetahuan matematika adalah buktinya. Menekankan pada reduksi formal, menjadi proses yang dipusatkan pada pembuktian. Pembuktian adalah teks naratif, yang juga bagian dari percakapan atau dialog yang berkelanjutan, sebab mengasumsikan sebuah respon (Martin: 2009: 69). Pada awal perkembangannya matematika merupakan alat untuk menyelesaikan masalah kesulitan hidup sehari-hari melalui objek-objek alam nyata yang ada dilingkungan sekitar. Kemudian matematika berkembang melalui abstraksi dan idealisasi menjadi sebuah ilmu.
Matematika sebagai ilmu yang dibangun lebih merupakan proses sosial dibandingkan proses individual. Hal ini sikarenakan:
(1) Pemikiran idndividual mengenai kesulitan-kesulitan awal yang muncul akan dibentuk dengan komunikasi atau percakapan,
(2) Seluruh pemikiran individual yang selanjutnya dibentuk oleh pemikiran sosial,
(3) Fungsi-fungsi mental adalah kolektif (misalnya kelompok pemecahan masalah).
Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa seluruh proses berfikir dan belajar dibentuk oleh pengalaman sosial yang dialami oleh setiap individu (Martin, 2009: 77). Untuk meningkatkan komunikasi sosial maka guru dapat memfasilitasi siswa dengan belajar secara berkelompok untuk mendiskusikan suatu permasalahan. Menurut Bain (1988) dalam Marsigit (2009) dikatakan bahwa dengan berdiskusi, siswa dapat terlibat secara penuh dalam pembelajaran dengan diberikan kesempatan yang lebih banyak untuk berbicara, siswa akan lebih tergugah untuk mengembangkan jawaban mereka, siswa akan terlibat dalam pmebelajaran sehingga mereka akan lebih berkonsentrasi terhadap apa yang sedang sipelajari, siswa yang pemalu akan mampu bicara dengan rasa takut yang lebih kecil, guru tetap dapat mengawasi, terlibat, menilai, atau berbicara dengan siswa secara individual, dan guru dapat mengingatkan siswa yang menyimpang tanpa harus menghentikan kerja mereka.
Pengetahuan matematika diperoleh melalui “memperpanjang partisipasi dan berbagai situasi percakapan sosial yang ada dalam konteks berbeda dengan orang yang berbeda”. Siswa membangun sistem percakapan sosial melalui permainan. Ketika siswa bermain mereka mengartikan benda dan perbuatan, membangun dan menginterpretasikan pengalaman. Hal ini dapat membantu siswa belajar dua konsep utama dalam matematika; yaitu menggunakan simbol atau tanda dan mengkreasikan kenyataan yang ada dalam angan-angan. Inilah yang dimaksud dengan membangun matematika melalui generalisasi dan abstraksi. Konsep baru dibentuk dengan cara mengabstraksikan konsep dari tingkat yang lebih rendah atau melalui refleksi dari pengalaman nyata atau kongkret (Martin, 2009: 78).
Filsafat pendidikan matematika menurut Ernest dalam Martin (2009: 81) mencakup tiga hal, yaitu:
1. Tujuan dan nilai pendidikan matematika
2. Teori belajar
3. Teori mengajar
Ketiga hal tersebut dijelaskan dalam keterangan di bawah ini.
A. Tujuan dan nilai pendidikan matematika
Tujuan pendidikan matematika hendaknya mencakup keadilan sosial melalui pengembangan demokrasi pemikiran kritis dalam matematika. Siswa seharusnya mengembangkan kemampuan yang mereka miliki untuk menganalisis masalah matematika. Pendidikan matematika hendaknya dapat menguatkan siswa, hal ini berarti siswa berfikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta mampu menggunakannya sebagai praktik penerapan matematika. Menguatkan siswa dalam matematika memiliki tiga dimensi, yaitu (1) siswa memiliki kemampuan matematika, (2) siswa memiliki kemampuan untuk menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan (3) siswa percaya akan kemampuan mereka.
Kemampuan siswa yang ditumbuhkan dalam mempelajari matematika terutama matematika sekolah terdiri atas bagian-bagian matematika yang dipilih guna menumbuhkembangkan kemampuan-kemampuan dan membentuk pribadi serta berpandu kepada perkembangan IPTEK (Soemoenar, dkk., 2007: 1.1). Bagian-bagian tersebut terdiri dari objek-objek pembelajaran matematika sekolah baik berupa objek langsung maupun objek tak langsung. Adapun objek langsung pembelajaran matematika sekolah terdiri atas empat hal, yaitu fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan. Dan objek tak langsungnya antara lain adalah disiplin diri, kemahiran matematika, apresiasi terhadap matematika, dan berpikir secara matematika, yaitu logis, rasional, dan eksak.
Kajian fakta memberikan kemampuan membedakan antara kebenaran sebagai semufakatan dan kebenaran yang didapat secara konsistensi. Karena fakta merupakan suatu semufakatan maka nilai kebenaran yang terkandung tidak perlu diperdebatkan. Menurut Ebbutt dan Straker (1995) dalam Marsigit fakta meliputi informasi, nama, istilah, dan konvensi.
Kajian konsep mencakup hal-hal yang berkaitan dengan membangun struktur pengertian, peranan struktur pengertian, konservasi, himpunan, hubungan pola, urutan, model, operasi, dan algoritma (Ebbutt dan Straker, 1995, dalam Marsigit). Konsep matematika menurut Shumway (1980: 245) terdiri dari empat level pemahaman siswa, yaitu (1) level 1, kongkret (concrete) yaitu mengenal contoh dari pengalaman sebelumnya; (2) level 2, identifikasi (identify) yaitu sebagai tambahan dari level 1 mengenal contoh yang sebelumnya dihadapi meski contoh tersebut diperoleh dari perspektif yang berbeda; (3) level 3, mengelompokkan (classificatory) yaitu sebagai tambahan dari level 1 dan level 2 siswa dapat membedakan antara contoh dan bukan contoh; (4) level 4, formal, yaitu sebagai tambahan dari level 1, 2, dan 3 siswa dapat membangun sebuah definisi dari konsep.
Kajian prinsip berkaitan dengan pernyataan yang dikenal sebagai aksioma atau dalil. Prinsip merupakan sebuah hubungan yang melibatkan dua atau lebih konsep-konsep (Shumway, 1980: 246).
Kajian mengenai keterampilan yang dimaksud adalah keterampilan matematika, yaitu keterampilan menuliskan lambang matematika, mengaplikasikan fakta, konsep, dan prinsip matematika yang benar. Menurut Gibb dalam Shumway (1980: 208) keterampilan matematika meliputi empat hal yaitu (1) pemahaman konsep matematika dan teknik perhitungan; (2) keterampilan menggunakan pemahaman ini dalam perhitungan; (3) keterampilan dalam pemecahan masalah, serta (4) keterampilan dalam berpikir kreatif. Menurut Ebbutt dan Straker (1995) dalam Marsigit keterampilan matematika terdiri dari empat hal yaitu:
1. Keterampilan penalaran, meliputi: memahami pengertian, berfikir logis, memahami contoh negatif, berpikir deduksi, berpikir sistematis, berpikir konsisten, menarik kesimpulan, menentukan metode, membuat alasan, dan menentukan strategi.
2. Keterampilan algoritmik, meliputi: mengikuti langkah yang dibuat orang lain, membuat langkah secara informal, menentukan langkah, menggunakan langkah, menjelaskan langkah, mendefinisikan langkah sehingga dapat dipahami orang lain, membandingkan berbagai langkah, dan menyesuaikan langkah.
3. Keterampilan menyelesaikan masalah matematika (problem-solving) meliputi: memahami pokok persoalan, mendiskusikan alternatif pemecahannya, memecah persoalan utama menjadi bagian-bagian kecil, menyederhanakan persoalan, menggunakan pengalaman masa lampau dan menggunakan intuisi, untuk menemukan alternatif pemecahannya, mencoba berbagai cara, bekerja secara sistematis, mencatat apa yang terjadi, mengecek hasilnya dengan mengulang kembali langkah-langkahnya, dan mencoba memahami persoalan yang lain.
4. Keterampilan melakukan penyelidikan (investigation), meliputi: mengajukan pertanyaan dan menentukan bagaimana memperolehnya, membuat dan menguji hipotesis, menentukan informasi yang cocok dan memberi penjelasan mengapa suatu informasi diperlukan dan bagaimana mendapatkannya, mengumpulkan dan menyusun serta mengolah informasi secara sistematis, mengelompokkan criteria, mengurutkan dan membandingkan; mencoba metode alternatif, mengenali pola dan hubungan; dan menyimpulkan.
Salah satu objek tidak langsung dari pembelajaran matematika sekolah adalah kemampuan kemahiran matematika yang meliputi penalaran, komunikasi, dan pemecahan masalah. Penalaran adalah proses berpikir di dalam penarikan kesimpulan. Metode penalaran yang digunakan antara lain, pertama, penalaran dengan metode deduksi yang biasa disebut penalaran deduksi yaitu penalaran menarik kesimpulan dari pernyataan yang berlaku umum diberlakukan kepada keadaan khusus. Kedua, penalaran dengan metode induksi, yaitu penalaran menarik kesimpulan dari pernyataan khusus yang didapat dari beberapa kali pengamatan diberlakukan secara umum. Ketiga, penalaran dengan metode ilmiah, yaitu penalaran yang merupakan rangkaian berulang kali dari penalaran deduksi dan penalaran induksi. Langkah-langkah dalan penalaran ilmiah adalah melakukan pengamatan gejala yang terjadi, melakukan studi pustaka atau teori-teori yang sudah ada dan membuat dugaan sementara atau hipotesis, uji coba lapangan, menguji hipotesis dan membuat kesimpulan.
Komunikasi berkaitan dengan kemampuan yang diharapkan dari siswa untuk menyampaikan pendapat atau pengertian yang mereka miliki kepada orang lain, dengan benar dan jelas sehingga dapat diterima oleh orang lain dengan baik. Bagian kemahiran matematika yang lain adalah pemecahan masalah, pemecahan masalah adalah suatu situasi dimana seorang individu atau kelompok dihadapkan pada masalah yang tidak biasa dan algoritmanya juga belum ditetapkan secara pasti.
B. Teori belajar
Teori belajar yang dimaksud disini menggambarkan bahwa siswa perlu secara aktif menggunakan matematika dengan tujuan untuk mempelajarinya. Konsep matematika saling berhubungan, dalam hal ini siswa perlu memahami sebuah konsep awal sebelum mempelajari topik selanjutnya. Oleh karenanya, dalam mempelajari matematika siswa harus memiliki pengalaman membangun dan menyerap konsep matematika dengan menemukan hubungan atau menguji ide dalam kontek yang baru. Dalam proses ini hal yang terpenting adalah komunikasi. Bahasa merupakan alat dalam berpikir, sehingga dialog diperlukan untuk membangun pengetahuan matematika yang subjektif. Komunikasi dan interaksi juga membawa siswa untuk membandingkan ide dan menguji validitasnya. Karena matematika adalah pengetahuan yang dibangun, maka akan timbul perbedaan bangunan matematika antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Belajar juga dipengaruhi oleh lingkungan ruang kelas. Kontek ruang kelas ditentukan oleh beberapa komponen, termasuk maksud dan tujuan kelas, keterlibatan siswa dan hubungan mereka, percakapan dalam kelas, dan ketersediaan sumber materi. Maksud dan tujuan kelas mencakup hal yang berkaitan dengan guru, orang tua, TU, dewan pengurus sekolah dan lain sebagainya. Tujuan guru dan tekanan untuk memenuhi yang ada padanya mempengaruhi cara pandang guru terhadap tanggung jawab, bagaimana guru merencanakan kegiatan kelas dan aspek lain dalam kontek sosial. Kontek sosial yang penting dalam percakapan di kelas dibentuk oleh interaksi personal dalam kelas tersebut, yang ditentukan oleh gaya guru dalam memanajemen kelas, gaya komunikasi antara guru dan siswa, konten matematika, dan tugas-tugas tertulis (Martin, 2009: 84).
Teori belajar secara umum dibedakan atas dua aliran yaitu aliran psikologi tingkah laku dan aliran psikologi kognitif. Berikut ini merupakan beberapa teori belajar utama dalam pembelajaran matematika (Suhendra, dkk, 2007: 8.6).
1. Aliran Psikologi Tingkah Laku
a. Teori belajar Thorndike
Teori ini juga disebut Teori Belajar “Stimulus-Respon” yang dikemukakan oleh Edward L. Thorndike. Teori ini menyatakan bahwa belajar akan lebih berhasil jika respon anak terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau puas.
b. Teori belajar Skinner
B. F. Skinner berpendapat bahwa pemberian ganjaran atau penguatan mempunyai peranan penting dalam proses belajar. Penguatan ini dapat berupa penguatan positif yaitu stimulus yang menjadikan sebuah tindakan yang telah dilakukan kembali diulangi sehingga memperkuat tindakan tersebut, misalnya pujian atau imbalan. Demikian sebaliknya, penguatan negatif adalah stimulus yang menjadikan sebuah tindakan tidak dilakukan kembali, misalnya peringatan atau sanksi.
c. Teori belajar Ausubel
Ausubel melalui Theory of Meaningful Verbal Learning menyatakan bahwa materi ajar yang telah diperoleh seseorang seyogyanya dikembangkan dalam keadaan atau bentuk lain sehingga aktivitas belajarnya akan lebih dimengerti atau bermakna.
d. Teori belajar Gagne
Robert M. Gagne menyatakan bahwa hasil belajar lebih penting daripada proses belajar. Menurut Gagne dalam belajar matematika terdapat dua objek yaitu objek langsung dan objek tak langsung. Gagne mengelompokkan tipe belajar menjadi delapan jenis, yaitu belajar isyarat (tipe belajar yang paling rendah tingkatannya karena bersifat spontan), stimulus respons, rangkaian gerak, rangkaian verbal, membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah (tipe belajar yang paling tinggi tingkatannya karena bersifat kompleks).
e. Teori belajar Pavlov
Pavlov menyimpulkan bahwa conditioning (pengkondisian atau pembiasaan) pada kegiatan belajar memberikan dampak pada hasil belajar.
f. Teori belajar Baruda
Menurut Baruda, anak belajar sesungguhnya melalui proses meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain.
2. Aliran Psikologi Kognitif
a. Teori belajar Piaget
Jean Piaget melalui Theory of Intellectual Development menyatakan bahwa struktur kognitif bersifat sebagai skemata atau kumpulan skema-skema. Skemata berkembang terus-menerus melalui adaptasi dengan lingkungan. Proses terjadinya adaptasi dari skemata yang telah dibentuk sebelumnya dengan stimulus baru dilakukan melalui proses asimilasi dan akomodasi informasi ke dalam struktur mental. Proses merespons lingkungan sesuai dengan struktur kognitif dinamakan asimilasi, yaitu jenis pencocokan atau penyesuaian antara struktur kognitif dengan lingkungan fisik.
Aspek kedua yang menghasilkan mekanisme untuk perkembangan intelektual adalah akomodasi, yaitu proses memodifikasi struktur kognitif. Setiap pengalaman seseorang melibatkan asimilasi dan akomodasi. Asimilasi dan akomodasi disebut sebagai invarians fungsional karena mereka terjadi di semua level perkembangan intelektual. Pengalaman sebelumnya cenderung melibatkan lebih banyak akomodasi ketimbang pengalaman yang kemudian karena semakin banyak hal-hal yang dialami akan berhubungan dengan struktur kognitif yang ada (Hergenhahn, 2008).
b. Teori belajar Guilford
J. P. Guilford dan beberapa kolega mengembangkan sebuah model tiga dimensi yang memuat 120 tipe berbeda berkaitan dengan abilitas atau kemampuan intelektual, model ini biasa disebut The Structure of Intellect Model. Model ini dikembangkan dengan menggunakan prosedur statistik, yang dinamakan analisis faktor, untuk mengidentifikasi keragaman abilitas atau kemampuan mental manusia. Struktur model intelektual tiga dimensi ini mencakup dimensi operasi, dimensi produk, dan dimensi isi yang masing-masing berfungsi dalam setiap perbuatan intelektual manusia (Suhendra, dkk., 2007: 8.11).
Dimensi operasi adalah tipe perbuatan intelektual yang mungkin terjadi selama berpikir. Tipe ini terdiri atas pengamatan, ingatan, produk konvergen, produk divergen, dan evaluasi. Dimensi isi terdiri dari isi gambaran, isi simbol, isi semantik, dan isis perbuatan. Setiap kali perbuatan yang termasuk dimensi operasi terjadi maka perbuatan tersebut dapat mengenai salah satu dimensi isi. Dimensi produk adalah hasil belajar dari operasi mental yang berkaitan dengan dimensi isi. Setiap kali suatu operasi mental mengenai dimensi isi maka akan dihasilkan dimensi produk. Dimensi produk terdiri atas unit, kelas, relasi, sistem, transformasi, dan implikasi.
c. Teori belajar Bruner
Jerome S. Bruner menyatakan bahwa belajar matematika akan lebih berhasil jika proses pembelajarannya diarahkan ada konsep dan struktur yang berada paad topik yang diajarkan. Ia meyakini bahwa metode dalam proses belajar adalah faktor penting yang menentukan dalam kegiatan pembelajaran bila dibandingkan dengan perolehan kemampuan sebagai hasil belajar. Metode belajar yang penting menurut Bruner adalah metode penemuan (discovery method).
d. Teori belajar Gestalt
Menurut John Dewey, pelaksanaan belajar mengajar harus memperhatikan hal-hal berikut:
- Penyajian konsep harus lebih mengutamakan pengertian
- Pelaksanaan kegiatan belajar mengajar harus memperhatikan kesiapan intelektual siswa
- Pengaturan suasana kelas memungkinkan siswa siap untuk belajar
e. Teori belajar Brownell
Willia, Brownell dengan teorinya Meaning Theory menyatakan bahwa anak-anak pasti memahami apa yang sedang mereka pelajari, jika belajarnya secara permanen atau terus-menerus dalam jangka waktu yang lama.
f. Teori belajar Dienes
Zoltan P. Dienes menyatakan bahwa dengan menggunakan berbagai sajian atau representasi tentang suatu konsep matematika, anak-anak akan lebih memahami konsep sebandingkan jika penyajian materi tersebut hanya menggunakan satu macam cara saja. Representasi yang dimaksud adalah berbagai pola, ukuran, jenis, dan lain sebagainya yang dapat memberikan pengertian lebih.
g. Teori belajar van Hiele
Teori belajar ini hanya khusus untuk cabang geometri, yaitu terdapat tiga unsur utama dalam pembelajaran geometri, yaitu waktu, materi ajar dan metode pembelajara, yang semuanya dijabarkan dalam lima tahapan, yaitu tahap pengenalan, tahap analisis, tahap pengurutan, tahap deduksi, dan taha akurasi.
h. Teori belajar Skemp
Richard Skemp seorang ahli matematika dan psikologi mengatakan bahwa belajar matematika melalui manipulasi benda-benda akan menjadikan dasar untuk belajar lebih lanjut dan menghayati ide-ide atau gagasan-gagasan yang dipelajari berikutnya atau tahap abstrak.
C. Teori mengajar
Guru matematika seharusnya bekerja untuk mencapai dua tujuan yaitu mengajar matematika dan memajukan keadilan sosial. Guru seharusnya merencanakan kegiatan yang membangun konstruksi pengetahuan subjektif melalui percakapan serta menyediakan kelas yang demokratis dan menguatkan cara berpikir kritis serta keterlibatan sosial. Pada intinya guru matematika seharusnya menyajikan pengetahuan matematika kepada siswa baik secara langsung atau tidak langsung dan juga menyelenggarakan penilaian (Martin, 2009: 89).
Dalam mengajar matematika guru dapat menggunakan pendekatan problem solvingi (pemecahan masalah), inkuiri, problem possing, open ended, di dalam kurikulum mengajarnya dan menggambarkan masalah atau topik dari kontek sosial yang relevan. Siswa dalam bekerja dapat dilakukan secara mandiri sekaligus secara berkelompok, artinya dengan bekerja mandiri siswa lebih menguatkan krativitas dan self-direction, dan yang berkelompok siswa dapat membangun kepercayaan diri serta terlibat dalam komunikasi dengan yang lain.
Grouws dan Cooney (1988) dalam Marsigit (2009) menyebutkan bahwa mengajar matematika adalah berkaitan dengan memfasilitasi proses belajar siswa oleh karenanya, guru yang baik mensyaratkan sebuah kombinasi dari kompetensi mata pelajaran matematika, gaya dan strategi mengajar yang flesibel, dan memperhatikan emosional dan sosial yang sesuai dengan kebutuhan kognitif siswa. Lebih lanjut dia menyarankan bahwa hal ini juga mensyaratkan penggunaan gaya mengajar dan fokus pada konsepsi siswa dan cara bekerja sebagaimana yang sesuai dengan konten matematika. Gaya dan strategi mengajar yang digunakan guru akan sangat bergantung pada kondisi guru, siswa, dan lingkungan belajar, serta pengalaman mereka,sehingga ada kemungkinan jika dalam kondisi atau suasana yang lain maka diperlukan gaya dan strategi mengajar yang lain pula. Pada intinya bahwa gaya dan strategi mengajar akan berbeda-beda bergantung pada kondisi guru, sekelompok siswa dan juga pengalaman-pengalaman belajar mereka.
Dalam penelitian yang lebih mendalam, filsafat pendidikan matematika mungkin menyimpulkan bahwa posisi filsafat yang berbeda akan berbeda secara signifikan terhadap implikasi pendidikan. Konsep mengajar dan belajar matematika -khususnya: maksud dan tujuan, silabus, buku teks, kurikulum, metode mengajar, prinsip mendidik, teori belajar, penelitian pendidikan matematika, konsepsi guru terhadap matematika, dan pengajaran matematika yang memahami persepsi siswa- akan terbawa dengan sendirinya dari pandangan filosofis dan epistemologis terhadap matematika.
Pandangan yang lebih umum menganai pilsafat pendidikan matematika memiliki tujuan untuk memperjelas dan menjawab pertanyaan tentang status dan pondasi (foundation) dari objek dan metode pendidikan matematika. Secara ontologi menjelaskan mengenai sifat dasar dari masing-masing komponen pendidikan matematika, secara epistimologi menjelaskan apakah semua penyataan yang berarti dalam pendidikan matematika mempunyai tujuan dan menentukan kebenaran (Marsigit, 2009).
Agar pembelajaran matematika dapat memenuhi tuntutan inovasi pendidikan pada umumnya, Ebbutt dan Straker (1995: 10-63) dalam Marsigit, mendefinisikan matematika sekolah yang selanjutnya disebut sebagai matematika, sebagai berikut:
1. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan
Guru dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:
• memberi kesempatan siswa untuk melakukan kegiatan penemuan dan penyelidikan pola-pola untuk menentukan hubungan,
• memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan percobaan dengan berbagai cara,
• mendorong siswa untuk menemukan adanya urutan, perbedaan, perbandingan, pengelompokan, dsb,
• mendorong siswa menarik kesimpulan umum,
• membantu siswa memahami dan menemukan hubungan antara pengertian satu dengan yang lainnya.
2. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan penemuan
Guru dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:
• mendorong inisiatif dan memberikan kesempatan berpikir berbeda,
• mendorong rasa ingin tahu, keinginan bertanya, kemampuan menyanggah dan kemampuan memperkirakan,
• menghargai penemuan yang diluar perkiraan sebagai hal bermanfaat daripada menganggapnya sebagai kesalahan,
• mendorong siswa menemukan struktur dan desain matematika,
• mendorong siswa menghargai penemuan siswa yang lainnya,
• mendorong siswa berfikir refleksif, dan
• tidak menyarankan hanya menggunakan satu metode saja.
3. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah (problem solving)
Guru dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:
• menyediakan lingkungan belajar matematika yang merangsang timbulnya persoalan matematika,
• membantu siswa memecahkan persoalan matematika menggunakan caranya sendiri,
• membantu siswa mengetahui informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan matematika,
• mendorong siswa untuk berpikir logis, konsisten, sistematis dan mengembangkan sistem dokumentasi/catatan,
• mengembangkan kemampuan dan ketrampilan untuk memecahkan persoalan,
• membantu siswa mengetahui bagaimana dan kapan menggunakan berbagai alat peraga/media pendidikan matematika seperti : jangka, kalkulator, dsb.
4. Matematika sebagai alat berkomunikasi
Guru dalam pembelajaran di kelas diharapkan mampu:
• mendorong siswa mengenal sifatmatematika,
• mendorong siswa membuat contoh sifat matematika,
• mendorong siswa menjelaskan sifat matematika,
• mendorong siswa memberikan alasan perlunya kegiatan matematika,
• mendorong siswa membicarakan persoalan matematika,
• mendorong siswa membaca dan menulis matematika,
• menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan matematika.
BAB III
KESIMPULAN
Filsafat tidak bisa lepas dari lingkup kehidupan, termasuk di dalam mempelajari bidang pendidikan matematika. Filsafat dibutuhkan manusia untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dalam berebagai lapangan kehidupan manusia. Jawaban itu merupakan hasil pemikiran yang sistematis, integral, menyeluruh, dan mendasar.
Filsafat pendidikan matematika mencakup tiga hal yaitu: tujuan dan nilai pendidikan matematika, teori belajar, teori mengajar. Tujuan pendidikan matematika hendaknya mencakup keadilan sosial melalui pengembangan demokrasi pemikiran kritis dalam matematika. Siswa seharusnya mengembangkan kemampuan yang mereka miliki untuk menganalisis masalah matematika. Pendidikan matematika diharapkan mampu memberikan penguatan kepada siswa, hal ini berarti siswa berfikir matematika dalam kehidupan sehari-hari serta mampu menggunakannya sebagai praktik penerapan matematika. Penguatan kepada siswa dalam pendidikan matematika memiliki tiga dimensi, yaitu (1) siswa memiliki kemampuan matematika, (2) siswa memiliki kemampuan untuk menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari, dan (3) siswa percaya akan kemampuan mereka.
Teori belajar menggambarkan pentingnya siswa belajar secara aktif menggunakan matematika dengan tujuan untuk mempelajarinya. Konsep matematika saling berhubungan, dalam hal ini siswa perlu memahami sebuah konsep awal sebelum mempelajari topik selanjutnya. Oleh karenanya, dalam mempelajari matematika siswa harus memiliki pengalaman membangun dan menyerap konsep matematika dengan menemukan hubungan atau menguji ide dalam kontek yang baru.
Dalam teori mengajar, pertama, seorang guru matematika seharusnya merencanakan kegiatan yang membangun konstruksi pengetahuan subjektif melalui percakapan serta menyediakan kelas yang demokratis dan menguatkan cara berpikir kritis serta keterlibatan sosial. Kedua, seorang guru matemtika mengajar dengan menggunakan pendekatan problem solvingi (pemecahan masalah), inkuiri, problem possing, open ended, di dalam kurikulum mengajarnya dan menggambarkan masalah atau topik dari kontek sosial yang relevan. Ketiga, mengajar matematika adalah berkaitan dengan memfasilitasi proses belajar siswa oleh karenanya, guru yang baik mensyaratkan sebuah kombinasi dari kompetensi mata pelajaran matematika, gaya dan strategi mengajar yang flesibel, dan memperhatikan emosional dan sosial yang sesuai dengan kebutuhan kognitif siswa.
DAFTAR PUSTAKA
Djumransjah. 2006. Filsafat Pendidikan. Malang: Bayumedia.
Hergenhahn, B. R., & Matthew H. O. 2008. TheTheories of Learning. Edisi ke-tujuh. Alih bahasa oleh Tri Wibowo B. S. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Jalaluddin & Abdullah Idi. 2007. Filsafat Pendidikan: Manusia, Filsafat, dan Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Marsigit. 2009. Philosopy of Mathematics Education. Modul Mata Kuliah Filsafat Ilmu. Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Marsigit. 2010. Filsafat Matematika dan Ilmu Pengetahuan. Modul Mata Kuliah Filsafat Ilmu Program S2 Pendidikan Matematika dan Pendidikan Sains Bilingual. Program Pascasarjana Universitas Negeri Yogyakarta.
Marsigit. ----. Asumsi Dasar Karakteristik Matematika, Subyek Didik dan Belajar Matematika Sebagai Dasar Pengembangan Kurikulum Matematika Berbasis Kompetensi Di SMP. FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta.
Martin, W. 2009. Paul Ernest's Social Constructivist Philosophy of Mathematics Education. Disertasi University of Illinois at Urbana Champaign.
Sadulloh, Uyoh. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung: Alfa Beta.
Soemoenar, Suyono, & Makmuri. 2007. Penerapan Matematika Sekolah. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suhendra, dkk. 2007. Pengenbangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka.
Suhartono, Suparlan. 2007. Filsafat Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Shumway, Richard J. 1980. Research in Mathematics Education. Reston, VA.: The National Council of Teachers Mathematics, inc.
Walle, J. V. 2007. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah: Pengembangan Pengajaran. (Terjemahan, oleh: Suyono). Jakarta: Gelora Aksara Pratama.
Selasa, 02 Oktober 2012
Akar Berulang
Pada bagian sebelumnya telah dipaparkan bagaimana menyelesaikan persamaan diferensial
ay^''+by^'+cy=0 (1)
Dengan dua akar persamaan karakteristik
ar^2+br+c=0 (2)
Bernilai real berbeda atau bernilai kompleks saling sekawan. Dalam bagian ini akan dipresentasikan untuk kasus dua akar karakteristik, r_1dan r_2, yang bernilai sama. Kasus akan dipenuhi apabila diskriminan b^2-4ac=0. Hal ini akan memberikan nilai
r_1=r_2=-b/2a (3)
Akar penyelesaian persamaan (1) adalah
y_1 (t)=e^(-bt/2a) (4)
Contoh 1:
Selesaikan persamaan diferensial
y^''+4y^'+4y=0 (5)
Penyelesaian:
Persamaan karakteristik dari persamaan tersebut adalah
r^2+4r+4=〖(r+2)〗^2=0
Sehingga r_1=r_2=-2. Dan penyelesaian untuk persamaan (5) adalah y_1 (t)=e^(-2t). Untuk menentukan penyelesaian umum persamaan (5) diperlukan penyelesaian yang kedua. Jika y_1 (t) adalah penyelesaian dari persamaan (1), maka cy_1 (t) untuk c konstan juga merupakan solusi dari persamaan (1). Dengan menggunakan asumsi bahwa c dapat digantikan dengan v(t) dan mencoba menentukan v(t) sehingga hasil kali v(t) y_1 (t) juga merupakan penyelesaian persamaan (1).
Substitusikan y=v(t) y_1 (t) pada persamaan (1) dan gunakan hasilnya untuk menentukan v(t).
dimulai dari
y=v(t) y_1 (t)=v(t) e^(-2t) (6)
diperoleh
y^'= v'(t) e^(-2t)-2v(t)e^(-2t) (7)
dan
y^''= v''(t) e^(-2t) -4v'(t) e^(-2t)+4v(t) e^(-2t) (8)
Dengan mensubstitusikan persamaan (6), (7), dan (8) ke dalam persamaan (5) diperoleh
[v^'' (t)-4v^' (t)+4v(t)+ 〖4v〗^' (t)-8v(t)+ 4v(t)]e^(-2t)=0
Dan disederhanakan menjadi
v^'' (t)=0 (9)
Sehingga
v^' (t)=c_1
dan
v(t)=c_1 t+c_2 (10)
Akhirnya dengan mensubstitusikan v(t) ke dalam persamaan (6) diperoleh
y=c_1 te^(-2t)+c_2 e^(-2t) (11)
Penyelesaian tersebut adalah linear independent dengan menghitung nilai Wronskian sebagai berikut:
W(y_1,y_2 )(t)=|■(e^(-2t)&〖te〗^(-2t)@-2e^(-2t)&(1-2t)e^(-2t) )|=e^(-4t)-2te^(-4t)+2te^(-4t)=e^(-4t)≠0.
Pengembangan dari Contoh 1
Jika diasumsikan bahwa koefisien dari persamaan (1) memenuhi b^2-4ac=0, maka y_1 (t)=e^(-bt/2a) adalah sebuah penyelesaiannya. Kemudian diasumsikan bahwa
y=v(t) y_1 (t)=v(t) e^(-bt/2a) (12)
diperoleh
y^'= v'(t) e^(-bt/2a)-b/2a v(t)e^(-bt/2a) (13)
dan
y^''= v''(t) e^(-bt/2a) - b/a v'(t) e^(-bt/2a)+b^2/〖4a〗^2 v(t) e^(-bt/2a) (14)
kemudian substitusikan ke dalam persamaan (1), diperoleh
{a[v^'' (t)-b/a v^' (t)+b^2/〖4a〗^2 v(t) ]+b[v^' (t)-b/2a v(t) ]+cv(t) } e^(-bt/2a)=0 (15)
atau
mengasumsikan bahwa e^(-bt/2a)≠0 maka
av^'' (t)+(b-b) v^' (t)+(b^2/4a-b^2/2a+c)v(t)=0 (16)
Karena b^2-4ac=0, maka
v^'' (t)=0
sehingga
v^' (t)=c_1
dan
v(t)=c_1 t+c_2
Akhirnya dengan mensubstitusikan v(t) ke dalam persamaan (13) diperoleh
y=c_1 te^(-bt/2a)+c_2 e^(-bt/2a) (17)
Sehingga y adalah kombinasi linear dari penyelesaian
y_1 (t)=e^(-bt/2a) , y_2 (t)=〖te〗^(-bt/2a) (18)
Kedua suku dalam penyelesaian tersebut adalah linear independent dengan menghitung nilai Wronskian sebagai berikut:
W(y_1,y_2 )(t)=|■(e^(-bt/2a)&〖te〗^(-bt/2a)@-b/2a e^(-bt/2a)&(1-bt/2a)e^(-bt/2a) )|=e^(-bt/2a).
Contoh 2.
Tentukan penyelesaian dari permasalahan awal
y^''-y^'+0,25y=0, y(0)=2, y^' (0)=1/3
Penyelesaian:
Dapat ditunjukkan bahwa persamaan karakteristik permasalahan nilai awal di atas adalah
r^2-r+0,25=〖(r-0,5)〗^2=0
Dengan r_1=r_2=0,5 diperoleh penyelesaian umum persamaan diferensial tersebut adalah
y=c_1 e^0,5t+c_2 〖te〗^0,5t
Dengan mensubstitusikan nilai awal yang diberikan diperoleh nilai c_1=2 dan c_2=-2/3. Sehingga diperoleh penyelesaian permasalahan nilai awal di atas adalah
y=2e^0,5t-2/3 〖te〗^0,5t
Sabtu, 29 September 2012
ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT
1. IDEALISME
Aliran idealisme yang berkembang di Jerman setelah kematian Kant menggunakan bacaan khusus dari karyanya dan memperkembangkan metafisika spekulatif, meskipun Kant menolak kemungkinannya.
Tokoh-tokoh aliran ini adalah:
a. Johann Gottlieb Fichte (1762-1814)
Berpendapat bahwa esensi filsafat Kant adalah bahwa subjek, atau ego, merupakan bahan utama untuk diselidiki. Ide pengetahuan praktis Kant ini jelas membebaskan diri dari Kant (Osborne, 2001: 106).
b. Friedrich von Schelling (1775-1854)
Berusaha menggambarkan filsafat kritis Kant dengan pemahaman umum mengenai pentingnya seni. Di dalam sistem transendental idealism ia mengikuti Fichte, tetapi akhirnya muak dengan itu (Osborne, 2001: 107).
c. Friedrich von Schiller (1759-1805)
Memperkembangkan ide-ide Kant mengenai seni, dengan berpendapat bahwa seni sebagai kegiatan netral, merupakan pokok baik bagi hidup publik maupun pribadi. Ide-idenya merupakan bagian dari sikap romantik yang ada dan melihat seni sebagai hal mutlak (Osborne, 2001: 107).
d. Madame de Stael (1766-1817)
Karyanya yang terkenal adalah Literature Considered in its Connexians to Social Institutions, membahas tentang hubungan agama, hukum, moral, dan sastra. Karya ini menandai awal dari apa yang disebut sosiologi sastra (Osborne, 2001: 107).
e. G. W. F. Hegel (1770-1831)
Pada masa-masa awalnya Hegel menyerupai seorang mistikus, dan pengkritiknya menyarankan bahwa ia tidak pernah meninggalkan ciri ini. Tulisan-tulisan terkenalnya natara lain The Phenomenology of Mind, The Logic, dan The Phtlosophy of Right. Dua yang pertama mungkin dapat disebut yang paling kabur dalam seluruh filsafat dan tentunya menimbulkan banyak penafsiran. Hegel dipengaruhi oleh tiga gerakan besar, bahwa logikanya mempunyai struktur tiga dimensi, dan sistemnya mempunyai aspek tritunggal (Osborne, 2001: 108).
Pengaruh Kant dan idelaisme pasca-Kant Kristianitas Romantisisme Jerman
Logika Tesis Antitesis Sisntesis
Sistem Logika Filsafat alam Filsafat roh
Hegel dapat dimengerti sebagai seorang monis, orang yang percaya kan satu keutuhan, Roh Absolut. Hegel mulai dengan membuang benda-dalam-dirinya-sendiri dan dunia noumenal Kant. Ia berpendapat bahwa klaim Kant bahwa sesuatu yang ada (benda-dalam-dirinya-sendiri) tidak dapat diketahui, merupakan kontradiksi menyalai hukum Kant sendiri mengenai batas pengetahuan (Osborne, 2001: 109).
Idealisme dan Hegel menyajikan pandangan sebaliknya, yaitu bahwa apa pun yang ada dapat diektahui. Dalam diktum terkenal Hegel: “yang nyata itu rasional, dan yang rasional itu nyata” (Osborne, 2001: 108). Hal penting yang disampaikannya bahwa tidak ada sesuatu yang terpisah, kenyataan utama dalah ide absolut, “yang benar adalah keseluruhan”, ia menyatakan kebenaran dengan sistem.
2. MATERIALISME
Marxisme merupakan bagian dari gerakan kembali ke materialisme.
Tokoh-tokoh materialisme adalaha:
a. Feuerbach (1804-1872)
Feuerbach menegakkan materiallisme murni dan ilmu positif dengan membuat hubungan sosial antara manusia dengan manusia sebagai prinsip dasar teorinya (Osborne, 2001: 118).
b. Marx
Setelah revolusi yang gagal pada tahun 1848, Marx menetap di London, sampai akhir hayatnya. Di masa hidupnya ini ia sering berada dalam kemiskinan, dan diringankan dengan bantuan rutin dari Engels. Namun, hal itu tidak menghentikannya untuk belajar dan menulis (menulis dan menulis) (Osborne, 2001: 120).
3. UTILITARIANISME
Aliran ini berpendapat bahwa tindakan disebut benar dalam perbandingan bila meningkatkan kebahagiaan, dan salah bila menghasilkan kebalikan dari kebahagiaan (Osborne, 2001: 131). Yang dimaksud kebahagiaan adalah kesenangan dan tiadanya rasa sakit, dan ketidakbahagiaan adalah rasa sakit dan ketiadaan kesenangan.
4. POSITIVISME
Memusatkan perhatian pada metode positif dalam melihat hubungan antara kenyataan-kenyataan yang dapat diamati. Tesis positivisme adalah bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang validm dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi objek pengetahuan (Muhadjir, 1998: 61). Tokoh utamanya adalah Aguste Comte (1798-1857).
Ajaran-ajaran dasar positivisme adalah:
a. Dalam alam terdapat hukum yang dapat diketahui.
b. Dalam alam penyebab benda-benda tidak dapat diketahui.
c. Setiap pernyataan yang pada prinsipnya tidak dapat direduksikan ke pernyataan sederhana mengenai fakta, baik khusus maupun umum, tidak dapat mempunyai arti nyata maupun masuk akal.
d. Hanya hubungan antara fakta dapat diketahui.
e. Perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan sosial (Osborne, 2001: 135).
5. EKLEKTISISME
Tokoh-tokohnya adalah:
a. Herbert Spencer (1820-1903)
Segala sesuatu berkembang dari suatu homogenitas yang belum berketentuan dan tanpa koherensi ke heterogenitas tertentu koheren (Osborne, 2001: 136).
b. Charles Darwin (1809-1882)
Darwin berpendapat bahwa alam berkembang menurut prinsip seleksi alami. Setiap organisme mengalami variasi genetik oksidental kecil di dalam setiap generasi (Osborne, 2001: 137). Teorinya yang terkenal adalah Struggle for life (perjuangan untuk hidup) yang berlaku pada setiap perkumpulan makhluk hidup yang sejenis, karena meskipun sejenis namun tetap menampilkan kelainan-kelainan kecil (Surajiyo, 2007: 88).
6. INSTRUMENTASILME
Sepanjang hidupnya John Dewey (1859-1952) percaya bahwa intelegensi, tingkah laku, dan pengetahuan dapat berubah, dan akibatnya bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat menentukan untuk membentuk masyarakat (Osborne, 2001: 140).
Menurut Muhadjir (1998: 47), bagi kaum instrumentalis, teori merupakan instrumen bagi pernyataan observasi. Teori dapat digunakan untuk mensistematisasikan pernyataan observasi sehingga muncul teori interpretasi terarah dan terkonstruksi.
Daftar Pustaka
Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu: Telaah Sistematis Fungsional Komparatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.
Osborne, Richard. 2001. Filsafat untuk Pemula. (terjemahan oleh P. Hardono Hadi). Yogyakarta: Kanisius.
Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.
Selasa, 18 September 2012
Menggapai Profesionalisme Berfilsafat
Banyak sekali esensial dalam filsafat ilmu, tapi intinya bagaimana memposisikan diri kita. Namun pada dasarnya adalah bagaimana kita melaksanakan oleh pikir sesuai dengan konteksnya. Semua harus bisa sesuai dengan dimensi ruang dan waktu. Kita tidak pernah menempati ruang dan waktu yang sama, bahkan bumi pun tidak menempati ruang dan waktu yang sama. Bumi terus bergerak berevolusi dan berevolusi mengelilingi matahari.
Ruang dan waktu adalah kesempatan jadi bagaimana kita bisa memnfaatkan ruang dan waktu. Berfilsafat haruslah profesional. Prinsip berfilsafat kadang begitu enteng, ringan, artinya jika kita sudah menemukan wadahnya. Bahkan karena begitu ringannya maka bisa menjadi kosong. Kadang orang bilang filsafat itu omong kosong. Kalau berbicara ke bawah siapa berhak bicara adalah siapa yang punya kekuasaan. Kekuasaan dalam arti luas adalah power. Bisa juga berarti uang, siapa yang punya uang, dia yang berhak bicara. Kekuasaan dalam arti jabatan, maka yang berhak bicara adalah para pejabat.
Kekuasaan dapat membuat seseorang berhak berbicara, seperti berfilsafat, bukan sekedar common sense atau olah pikir orang biasa. Filsafat haruslah profesional artinya bisa mengerti multi dimensi yang ada dari sebuah ide, di atas, di bawah, di samping kanan, kiri, dan sebagainya. Filsafat dapat dicirikan pada obyek dan metodenya. Misalnya filsafat metematika objeknya adalah matematika dan metodenya bisa bermacam-macam. Objek filsafat politik, objeknya kekuasaan, metodenya bagaiman memperoleh kekuasaan. Filsafat secara umum adalah mempunyai objek kehidupan dan metodenya metode hidup/hermenitika. Sehingga ada saat-saat yang kurang disenangi.
Filsafat matematika berkembang mulai dari Babilonia dan Mesopotamia, karena di daerah ini ditemukan artefact-artefact yang menunjukkan berapa lama, terdiri dari air dan juga tanah. Di lembeh sungai Trigris dan Effrat ada lempengan-lempengan tanah yang berisi tulisan-tulisan tentang matematika. Sedangkan filsafat yang tertua tertulis di Yunani, mereka telah menegakkan demokrasi, negara yang ideal yang ditunjukkan pada peninggalan-peninggalan.
Pemikiran separoh adalah logika dan separohnya lagi adalah pengalaman. Pure mathematics juga baru memikirkan separo dunia saja. Matematika konsisten, matematika eksak, ini baru separo dunia. Jika demikian matematika adalah mitos. Padahal matematika adalah kontradiksi. Filsafat adalah manajemen ruang dan waktu, jadi berfilsafat adalah omongan para orang tua. Dimana orang tua atau dewasa telah bisa berfikir atau peka terhadap ruang dan waktu. Jika tidak demikian maka sedang terganggu penyakit filsafat.
Elegi digunakan dalam program menjaga kesehatan, artinya agar filsafat tidak pincang. Filsafat harus seimbang. Dalam filsafat memperbincangkan yang ada dan yang mungkin ada. Segala yang belum ada di dalam pikiran berarti sesuatu itu adalah yang mungkin ada. Sedangkan yang ada adalah segala yang sudah ada di dalam pikiran. Jadi objek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Filsafat selalu dalam harmoni, satu dengan yang lain adalah merupakan tesis dan antitesis. Berfilsafat adalah mensistesis, artinya meninteraksikan antara tesis dan antitesis.
Mesir adalah tesis dari orang Yunani, orang Yunani adalah antitesis dari Mesir. Tesis dan atitesis adalah kodrat.
Pusat budaya adalah kerajaan yang mengajarkan tata cara formal. Raja tidak bisa hidup sendiri. Ada patih, punggawa, sentono dasn sebagainya. Kalau di daerah yang lain adalah tidak berdasar pada kekuasaan. Cerita-cerita di daerah keraton adalah mengenai kepahlawanan dan kekuasaan.
Jadi berbeda-beda perkembangan satu daerah dengan daerah lain. Misalnya wayang, di daerah Jogja dan Solo bisa berbeda.
Dalam filsafat, hal yang satu dengan yang lain selalu berhubungan. Kebutuhan hidup manusia yang primer adalah air dan makanan. Jika tidak ada air manusia tidak bisa hidup. Maka manusia akan hidup disekitar sungai, disinilah tumbuh peradapan manusia. Misalnya sungai Nil yang mengalir di sepanjang tujuh negara.
Kodrat manusia bisa mengidentifikasi apa yang ada di sekitarnya. Misalnya anak kecil mengidentifikasi apa saja yang ada disekitarnya, kesadaran keluar atau rasa ingin tahu. Dalam filsafat harus memiliki kesadara keluar dan kedalam. Hanya orang dewasa yang mampu melakukan kesadaran ke dalam.
Orang Yunani mengembangkan prisip-prinsip yang ditemukan oleh bangsa Mesir kuno.
Pehitungan yang dilakukan orang Yunani dalam matematika adalah dengan cara mencoba-coba. Inilah prisip dasar mencari ilmu separoh dunia dengan cara pengalaman (coba-coba). Thales, mencari cara bagaimana supaya diterima. Abstraksi dilakukannya, sembarang segi empat luasnya beraoa. Bentuk formal di jaman Yunani kuno dalam artian, orang Mesir kuno menemukan bahwa jika ada segitiga siku-siku yang panjang sisi siku-sikunya diketahui maka dapat menghitung sisi yang lain.
Pentingnya matematika dapat diterapkan dalam berbagai dalam hal kehidupan. Misalnya dalam proses membangun rumah. Ilmu matematika juga sangat penting dalam penerapan prinsip-prinsipnya. Matematika sangat dekat dengan kehidupan kita. Hal ini sejalan dengan filsafat.
Terjadi revolusi besar-besar oleh Euclides yang membuat buku 13 jilid yang berjudul unsu-unsur atau elemen. Buku ini masih berlaku berabad-abad. Buku geometri tersebut masih ada hingga saat ini, di Indonesia, di Belanda bahkan di tempat lain mungkin masih ada.
Di sini dia mendefinisikan, titik, garis, sudut, bidang, kubus. Kubus diajarkan dibelakang. Secara psikologis bertentangan. Yaitu Gestalt bahwa pertama yang dikenal adalah bentuk luarnya, jadi dalam hal ini adalah mengenal bentuk kubus, baru diketahui detailnya. Dari kubus (bentuk umum) ke khusus. Padahal Euclides mengajarkan dari bentuk khusus (unsur-unsurnya) baru ke umumnya. Euclides membuat difinisi, teorema, aksioma, postulat. Namun semua itu hanya benar pada ruang dan waktu tertentu. Seperti halnya dengan undang-undang atau permen hanya berlaku pada orang-orang tertentu.
Berbagai usaha untuk mengembangkan matematika, disponsori oleh Hilbert dengan berusaha membangun matematika yang tunggal dan kokoh yang disebut matematika formal, sampai sekarang yang dipelajari di PT adalah metematika Hilbert. Membuktikan matematika yang tidak kontradiksi atau konsisten. Kemudian murid Hilbert bernama
Godel yang mengatakan jika Anda membuat matematika yang tunggal tidaklah mungkin. Hal ini bisa dicapai jika matematika tidaklah lengkap.
Demikian refleksi perkuliahan filsafat ilmu yang dapat saya tuliskan. Dan di bagian akhir dari refleksi ini masih muncul pertanyaan yang perlu saya tuliskan, yaitu:
1. Apakah ada batasan-batasan mengenai matematika formal?
2. Bagaimana seseorang yang mempelajari matematika sadar bahwa dia telah mempelajari seluruh dunia, bukan setengah-setengah?
Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen pengampu Dr. Marsigit
Senin, 17 September 2012
07.30 – 09.00 WIB
Ruang 102 gedung lama Program Pascasarjana UNY
Selasa, 11 September 2012
Pendalaman Filsafat Ilmu
Pengertian ada adalah ketika seseorang telah berfikir. Siswa ada jika mereka berfikir. Jika siswa berfikir maka mereka ada. Tugas seorang guru adalah membuat murid-muridnya ada dengan sebenar-benarnya. Artinya ketika mengajar di kelas siswa datang dan secara fisik ada di dalam kelas, maka mereka harus berfikir supaya mereka benar-benar ada. Selain itu jika guru memberikan instruksi kepada siswa maka siswa seharusnya menjadi mengada dengan mengerjakan tugas-tugas tersebut, dan tugas-tugas yang sudah dikerjakan adalah pengada bagi mereka.
Belajar adalah berusaha memahami segala hal dengan baik. Sejak kecil manusia selalu belajar, seorang bayi pun akan belajar tentang apa yang ada disekitar mereka. Sebuah barang yang ada disamping seorang bayi dia ambil untuk dipegang-pegang, dengan demikian dia sedang belajar untuk mengerti apa yang dipegangnya. Kemudian dia coba untuk melemparnya. Diambil lagi, dipegang-pegang, dilempar lagi. Demikian samapi dia mendapatkan apa saja yang dia ingin pelajari dari kegiatan itu. Atau bisa jadi sampai dia menemukan hal lain untuk dipelajari.
Belajar seumur hidup adalah sangat penting. Manusia diciptakan untuk selalu belajar dan belajar. Belajar apapu, kapanpu dan dimanapun. Sebagai contoh belajar sopan santun di dalam masyarakat, pastilah seseorang setiap saat memiliki peluang untuk belajar baik tentang hal yang belum diketahuinya maupun hal-hal yang sudah diketahuinya untuk lebih diperdalam. Misalkan belajar untuk menyampaikan sambutan di dalam hajatan saudara atau tetangga, pertama-pertama seseorang akan melihat, berulang-ulang, baru pada akhirnya dia akan mampu untuk melakukannya sendiri.
Hal penting yang perlu diingat dalam pergaulan di dalam masyarakat adalah bahwa kita harus memunculkan suasana hati yang baik, bukan suasana pikiran. Hal ini disebabkan karena di dalam masyarakat tentunya masih belaku etik, estetika dan sopan santun yang harus tetap dijunjung tinggi. Jika tidak bisa melakukan yang demikian di dalam masyarakat dapat dikatakan bahwa kita masih gagal dalam kehidupan sosial masyarakat dan masih perlu banyak belajar dan belajar lagi. Semakin banyak pengalaman baik yang dilakukan maka kita akan menjadi cerdas secara emosional dalam menjalin hubungan sosial di masyarakat atau lingkungan dimana kita tinggal.
Belajar, tentu saja akan menemukan hal-hal yang sulit. Kesulitan barangkali akan membuat suatu kebingungan bagi si pebelajar, namun inilah awala dari belajar itu sendiri. Mula-mula seseorang akan bingung yang akhirnya muncullah pertanyaan-pertanyaan atas kebingungannya tersebut. Inilah yang disebut sebenar-benarnya belajar. Jika tidak ada pertanyaan maka belumlah seseorang dikatakan berfikir untuk belajar. Kesulitan tentu saja akan selalu ditemui jika sedang belajar. Inilah bukti bhawa kemampuan berfikir manusia sangat terbatas.
Begitu pula dalam belajar filsafat ilmu, sebuah subjek yang mempelajari metafisik dari ilmu itu sendiri. Kesulitan pasti muncul. Jika si pebelajar filsafat ilmu tidak memulai segala usahanya dengan keikhlasan maka akan sangatlah bertambah kesulitan dia untuk mempelajarinya. Salah satu langkah yang bisa mengurangi kesulitan dalam belajar filsafat ilmu adalah dengan terus berusaha, tidak berputus asa. Jika demikian telah dilakukan, namun masih menemukan kesulitan, maka ini adalah sebuah proses belajar yang harus dijalani.
Salah satu cara yang baik dalam belajar filsafat yang secara sederhana dapat dilakukan oleh siapapun adalah dengan terus membaca. Membaca, membaca, membaca, ... dan membaca, kemudian direfleksikan. Inilah salah satu cara cerdas yang dapat dilakukan.
Ruang dan waktu sangatlah penting kita sadarai dalam belajar berfilsafat secara lebih mendalam. Berfilsafat berarti harus dapat sopan dan santun terhadap ruang dan waktu. Tanpa itu semua kehidupan akan menjadi pincang artinya tidak ada keseimbangan dalam hidup. Kita akan berlaku dan bersifat egois, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan. Jika hal demikian ini terjadi maka dapat dilihat bahwa ciri-cirinya kita masih sering memaksakan diri terhadap sesuatu tanpa mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu.
Contohnya kita menginginkan dua hal sekaligus, yang mana kedua hal tersebut benar-benar tidak dapat dilakukan dalam suang dan waktu yang sama. Disinilah seharusnya kita pandai untuk memilih hal mana yang menjadi prioritas kita. Jika tidak maka justru kita akan menjadi orang yang merugi karena tidak dapat melakukan hal-hal secara maksimal atau bahkan tidak ada satupun hasil yang kita dapatkan karena suatu proses pemaksaan diri.
Demikian refleksi perkuliahan filsafat ilmu yang dapat saya tuliskan. Dan di bagian akhir dari refleksi ini masih muncul pertanyaan yang perlu saya tuliskan karena ketika akhir perkuliahan Bapak Marsigit menjelaskan tentang Elegi Menggapai Pondamen.
1. Bagaimana alur pikir kaum anti-foundalisme?
2. Apakah sebagian besar orang akan menyadari di bagian mana mereka tergolong, kaum foundalis atau anti foundalis?
Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu
Dosen pengampu Dr. Marsigit
Senin, 10 September 2012
07.30 – 09.00 WIB
Ruang 102 gedung lama Program Pascasarjana UNY
Senin, 30 Juli 2012
Penyakit dalam Berfilsafat
Kuliah hari ini, Senin, 30 Juli 2012 dimulai pukul 07.30 WIB. Namun ada yang sedikit berbeda dari kuliah filsafat ilmu pada hari ini jika dibandingkan dengan kuliah sebelumnya. Perrtama, Pak Marsigit tidak memberikan tes jawab singkat. Sedikit lega rasanya, karena dari beberapa tes jawab singkat yang telah diberikan, saya dan teman sekelas saya belum pernah memperoleh nilai yang layak. Kedua, di kelas filsafat ilmu kali ini ada dua mahasiswa S1 Matematika yang mengikuti kuliah. Ketiga, di akhir kuliah mahasiswa tamu tersebut mengatakan bahwa dia merasa bingung mendengarkan penjelasan filsafat ilmu, dan benar-benar hal ini sama dengan apa yang saya rasakan selama mengikuti kuliah filsafat ilmu.
Landasan utama yang dibutuhkan dalam mengikuti kuliah filsafat ilmu pada khususnya, dan juga mencari ilmu pada bidang studi lainnya secara umum, adalah keikhlasan lahir dan batin. Dengan dasar tersebut niscaya para pencari ilmu akan mendapatkan ilmu yang benar-benar memberikan manfaat luar biasa baik di dunia maupun akherat. Manfaat keilmuan diharapkan dapat berguna bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan secara luas.
Hal itu selaras dengan pernyataan bahwa hidup adalah sebagai suatu garis lurus dan melingkar (sirotolmustaqim). Garis-garis lurus dalam hidup akan berulang-ulang melingkar-lingkar, dan berjalan secara terus menurus. Dari sinilah kita seagai manusia wajib meningkatkan kualitas hidup kita ke arah yang positif dan senantiasa meninggalkan sikap sombong. Sikap sombong, jika tidak kita hindari maka akan menghambat perkebangan hidup kita ke arah yang baik. Tambah lagi, secara lebih khusus, secara berulang kali disampaikan Pak Marsigit bahwa kesombongan adalah musuh dalam mempelajari filsafat ilmu.
Sebagai seorang yang ingin mengalami perubahan dalam hidup hendaknya dia bisa menghindari penyakit filsafat yang didefinisikan dalam ADAB selanjutnya, yaitu bahwa penyakit filsafat adalah penyakit hidup. Banyak penyakit filsafat yang ternyata telah menggerogoti hidup kita. Dicontohkan dalam kuliah kami kali ini yaitu Pak Marsigit menyebut sebagai “strok” dan “koma”. Penyakit-penyakit tersebut sangatlah banyak, antara lain, sifat parsial atau terpisah-pisah. Contohnya ketika belajar matematika, tanpa memikirkan filsafatnya matematika, maka akan menjadi suatu kepincangan dalam hidup. Contoh kongkretnya ketika kita menjadi guru matematika tetapi secara lugas menggunakan ilmu matematika dalam segala hal tanpa melihat situasi dan menyesiaikan kondisi, misal menbuat persentase kasih sayang seseorang kepada orang lain.
Penyakit kedua adalah terputus-putus, artinya pencarian filsafat tidak dilakukan secara terus-menerus. Penyakit selanjutnya adalah homogen, heterogen, misscommunication, tidak komprehensif, tidak ada penjelasan, atau bahkan penjelasan yang berlebihan pun dikatakan sebagai penyakit filsafat. Contoh penjelasan yang berlebihan adalah ketika kita memberitahukan suatu hal kepada suami atau istri, tetapi kita lakukan pemberitahuan tersebut berkali-kali, padahal orang yang kita beritahu telah mengerti sekali. Maka hal ini yang disebut sebagai penyakit filsafat.
Penyakit yang lain adalah memaksakan kehendak diri sendiri. Contohnya ketika diberikan tugas kuliah yang menjadi aturan dalam penilaian tidak mau melaksanakan, dengan berbagai alasan, maka orang tersebuut termasuk sebagai orang yang memaksakan diri. Tidak sopan santun terhadap ruang dan waktu juga termasuk penyakit filsafat.
Dari penjelasan terakhir tersebut dapat didefinisakan bahwa filsafat adalah sopan santun terhadap waktu. Sopan santun adalah ilmu.
Dalam perkembangan kehidupan dunia ada hal-hal yang dapat merusak dunis yaitu industri, ekonomi, dan politik. Siapapun orangnya pasti telah melakukan ketiga kegiatan tersebut, misal seseorang menggunakan teknologi berupa hp, dia telah melakukan kegiatan industri, selain itu seseorang berbelanja di pasar, maka dia juga melakukan kegiatan ekonomi, dan ketika berperan serta dalam pemilu, maka seseorang dikatakan telah berpolitik.
Jadi kegiatan industri, ekonomi, dan politik merupakan kegiatan dalam hidup, dan dapat dikatakan sebagai filsafat, sebab filsafat adalah mempelajari hidup. Cara yang efektif dalam berfilsafat bagaimana? Jawabannya adalah dengan cara menerjemahkan dan diterjemahkan. Sadar atau tidak sadar sebenarnya kita telah berfilsafat setiap hari. Sebab filsafat adalah mempelajari hidup, artinya setiap apa yang kita lakukan dalam hidup ini adalah belajar atau mempelajarinya. Itulah filsafat.
Filsafat yang lain dikatakan bahwa kita harus memahami aturan yang ada di dunia yaitu mengenai identitas dan kontradiksi. Identitas tidak pernah dapat dicapai manusia, manusia selalu menghadapi sesuatu yang kontradiksi. Namun demikian, kita harus bersyukur ketika masih menghadapi suatu yang kontradiksi. Karena kontradiksi adalah ciri-ciri kita sedang berpikir. “Jika kamu berpikir munculkan kontradiksi dalam pikiranmu”.
Manusia sebenar-benarnya memiliki sifat yang unlimited. Artinya kita dapat mendefinisikan seseorang melalui sifat-sifatnya sampai tak terhingga banyak. Misalnya saya adalah guru yang banyak bicara. Pak Husni senang sekali memberikan penjelasan tentang bilangan basis 2 kepada rekan-rekannya. Meski sifat manusua tak terhingga banyak namun salah satu sifat manusia yang pasti melekat adalah sifat ego, yang mana sifat ini menjadikan manusia itu sendiri untuk melihat dirinya sendiri.
Untuk menghilangkan sifat ego dan meningkatkan kemampuan untuk melihat diri sendiri dapat dilatih dengan melakukan refleksi. Semakin banyak refleksi yang dilakukan maka semakin hilanglah sifat ego manusia.
Filsafat meliputi segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Dapat dikatakan pula bahwa setiap orang pasti berfilsafat, bahkan orang yang mengaku tidak berfilsafat pun dia sebenar-benarnya telah berfilsafat, dan orang yang tidak sadar bahwa dia berfilsafat, dia juga berfilsafat. Maka dari itu kita harus belajar berfilsafat dari hal yang sepele. Janganlah memikirkan hal-hal besar jika kita belum bisa memikirkan hal yang sepele terlebih dahulu. Atau dengan kata lain janganlah kamu berfilsafat jika kamu belum bisa memikirkan hal-hal yang sepele.
Ada satu hal yang berkaitan dengan mempelajari filsafat ilmu dalam kuliah ini adalah melalui pembacaan elegi. Namun demikian, masih banyak hal yang membuat kita tidak mengerti apa yang ada dalam elegi-elegi tersebut. Jika hal ini terjadi maka yang hendaknya dilakukan adalah dengan membaca elegi-elegi yang lainnya. Hal-hal yng tidak dimengerti tersebut bisa jadi telah didefinisikan dalam elegi yang lain.
Inilah fungsinya belajar terus-menerus dan tidak terputus. Jadi cara ini pun dapat meminimalkan atau mengeliminer penyakit filsafat yang menempel pada diri manusia.
Bagaimana hasil yang tampak jika kita telah sukses belajar filsafat? Jawabnya adalah jika kita telah mampu membangun dunia.
Inilah akhir dari kuliah filsafat pada hari ketiga yang dapat saya refleksikan.
Sebelum kuliah ditutup Pak Marsigit memberikan tugas untuk minggu depan. Tugas tersebut adalah mencari materi mengenai filsafat yang berhubungan dengan filsafat Yunani termasuk tokoh-tokohnya untuk dipelajari. Hasil pembelajaran akan digunakan sebagai bahan tes jawab singkat yang akan dilakukan minggu depan.
Di bagian akhir dari refleksi ini masih muncul pertanyaan yang perlu saya tuliskan sebagai hasil pemikiran saya.
1. Bagaimana seseorang telah dikatakan dapat membangun dunia?
2. Bagaimana cara mengetahui tingkat kesadaran kita bahwa kita sedang berfilsafat?
Selasa, 24 Juli 2012
Filsafat Ilmu dari Masa ke Masa
Sebagaimana biasanya, kuliah filsafat ilmu untuk pertemuan kedua kali ini dimulai pukul 07.30 WIB. Pagi ini telah dijanjikan sebelumnya bahwa disetiap pertemuan kuliah filsafat ilmu pak Marsigit senantiasa memberikan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana perkembangan mahasiswa program Pascasarjana Pendidikan Matematika P2TK ini dalam memahami filsafat ilmu. Diharapkan selama satu minggu mahasiswa belajar secara individu untuk memahami lebih mendalam lagi materi yang berkaitan dengan mata kuliah ini. Mahasiswa dianjurkan untuk membaca elegi yang telah ditulis pak Marsigit dalam blognya.
Selama kurang lebih satu jam pre tes dilaksanakan dan dalam waktu itu pula penilaian dilakukan. Jauh dari harapan memang, kali ini kami, para mahasiswa, mendapatkan nilai yang sangat buruk. Kemungkinan karena kami terlalu sombong untuk tidak mau belajar ataupun membaca materi yang berkaitan dengan filsafat ilmu, begitulah menurut pak Marsigit yang juga mengevaluasi hasil kerja mahasiswa selam satu minggu ini dalam hal membaca elegi dan memberikan komentar terhadap elegi-elegi yang telah dibaca. Ada hubungan linear antara hasil tes yang kami peroleh dengan hasil komentar yang kami kirimkan ke blog pak Marsigit. Begitulah kiranya, motivasi kami untuk mengikuti kuliah masih begitu rendah.
Setelah kami mengetahui hasil belajar kami selama satu minggu ini, pak Marsigit memberikan beberapa feedback yang intinya semua hasil yang diperoleh tentu saja sesuai dengan jerih payah dan usaha yang kami lakukan. Kemudian kuliah pun dilanjutkan dengan penjelasan mengenai perkembangan filsafat ilmu. Sebelum pemberian materi dimulai, tidak lupa tempat duduk kami atur sedemikian rupa sehingga setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama untuk belajar. Kursi dalam ruangan diatur melingkar dan diharapkan kami duduk dalam posisi yang setingkat.
Motivasi untuk kami kembali disampaikan oleh pak Marsigit sebelum kuliah dimulai. Kami seharusnya mencari ilmu dengan iklhas, bahkan jangan sampai berpura-pura iklhas karena hal itu tidak akan mendatangkan hasil. Sifat sombong harus dibuang jauh-jauh karena kesombongan merupakan musuh besar belajar filsafat ilmu. Filsafat ilmu mula-mula berasal dari filsafat alam atau dapat dikatakan sebagai filsafat pertama. Para filsuf mulai mempertanyakan tentang awal mula terentuknya alam. Mereka memiliki pendapat yang berbeda-beda tentang terbentuknya alam ini, ada yang berpendapat bahwa alam terbuat dari air yaitu Thalles dan menurut Democritus alam terbuat dari atom-atom. Semua ini bermula dari filsafat Yunani kuno.
Kemudian filsafat berkembang hingga disebut filsafat tengah atau filsafat pada jaman kegelapan. Demikian terus perkembangan filsafat tiada berhenti dan pada masa modern ini (diawali pada abad 17) filsafat disebut filsafat kontemporer. Sedangkan filsafat kedua adalah filsafat diri sendiri atau filsafat manusia, yaitu mengenai etika dan estetika.
Filsafat ilmu pada dasarnya mempelajari sesuatu dibalik penampakan yang disebut dengan metafisik. Contohnya dalam segelas air, seorang filsuf mampu memikirkan bukkan sekedar gelas yang berisi air, namun jauh mendalam dari itu. Filsuf memikirkan tentang apa saja yang ada dibalik segelas air tersebut. Contoh lain adalah ketika kita memikirkan sebuah kacamata, maka pertanyaan mengapa memakai kacamata atau untuk apakah sebuah kacamata merupakan pertanyaan metafisik yang menanyakan tentang sesuatu dibalik kacamata. Sedangkan di dalam penampakan itu sendiri terdapatlah suatu hakekat.
Perkembangan filsafat ilmu telah dimulai pada abad I yaitu setelah kelahiran Yesus Kristus, dimana filsafat ilmu berkembang di gereja. Kebenaran saat itu hanya berasal dari gereja. Hingga sampai pada abad V dimana Copernicus melakukan sebuah revolusi tentang pendapatnya bahwa pusat tata surya bukanlah bumi melainkan matehari. Hal ini tentu saja sangatlah ditentang oleh kaum gereja yang memiliki pendapat yang kontradiksi dengan pendapat Copernicus tersebut.
Barulah di abad XVII, muncul filsafat modern/kontemporer dimana ada dua aliran yang disebut sebagai sungai ideal (dengan tokoh Plato) dan sungai empirik (dengan tokoh Aristoteles).
Istilah kebenaran dalam filsafat:
1.Monoisme yaitu kebenaran adalah tunggal yaitu mengenai Ketuhanan.
2.Pluralisme yaitu kebenaran adalah banyak.
3.Subyektivisme yaitu yang benar adalah diriku.
4.Spiritual yaitu yang benar adalah hatiku.
5.Transenden yaitu kepenaran para dewa.
6.Material yaitu kebenaran di dalam batu.
Pengertian matematika menurut para ahli:
1.Thales, matematika bukalah ilmu alam.
2.Plato, matematika bersifat abstrak, sedangkan yang konkrit adalah contoh dari matematika.
3.Pythagoras, angka mengatur alam.
4.Aristoteles, matematika membangun pengetahuan, yang tersusun atas proporsi-proporsi, silogisme dan tidak berkesudahan atau infinite regress. Menurut Aristoteles, matematika berlandaskan pada postulat dan aksioma.
5.Euclide, menyatakan bahwa metode yang digunakan dalam matematika adalah deduksi.
6.Bacon, Locke, Berkely, dan Hume, matematika bersifat empiris.
7.Rene Decartes, matematika yang utama adalah geometri.
8.Immanuel Kant, matematika bersifat sintetik a priori (sintetik = sifat benda konkrit; a priori = pemikiran manusia).
9.Godel, matematika itu jika lengkap maka tidak konsisten, dan jika konsisten maka tidak lengkap.
Refleksi Kuliah Kedua Filsafat Ilmu
Dosen pengampu Dr. Marsigit
Senin, 23 Juli 2012
07.30 – 10.00 WIB
Ruang 102 gedung lama Program Pascasarjana UNY
Kamis, 19 Juli 2012
Banyaknya Definisi Filsafat Ilmu
Kuliah pagi ini dimulai pukul 07.30 WIB di ruang 102 gedung lama program Pascasarjana UNY. Mata kuliah yang saya terima di hari Senin ini adalah Filsafat Ilmu. Sudah terbanyang oleh saya bahwa dalam kuliah ini pasti pikiran para mahasiswa akan terbawa melayang hingga ke atas awan. Artinya, menurut saya, akanlah sangat sulit untuk memahami materi yang dipelajarai dalam mata kuliah ini.
Tepat pada waktunya Pak Marsigit memasuki ruang belajar yang telah ditentukan. Berdoa, lalu perkuliahan pun dimulai. Di awal perkuliahan beliau mengatur tempat duduk para mahasiswa untuk diatur sedemikian rupa sehingga setiap mahasiswa memiliki kesempatan yang sama dalam mengikuti perkuliahan. Termasuk posisi beliau yang berada sejajar dengan barisan mahasiswa. Sekarang kursi telah diatur melingkar dan semuanya dapat melihat satu dengan yang lain secara jelas. Inilah salah satu cara Pak Marsigit membuat pembelajaran menjadi lebih menarik, dan berksud agar mahasiswa menjadi lebih aktif.
Semua mahasiswa duduk dengan rapi di tempat masing-masing. Dan perkuliahan benar-benar siap dimulai. Pak Marsigit menyampaikan kepada seluruh mahasiswa bahwa kuliah filsafat ilmu tidak sama dengan kuliah matematika pada umumnya. Bedanya adalah bahwa dalam kuliah matematika, mahasiswa akan semakin memahami dengan jelas jika mereka terus mempelajarinya, hal demikian tidak akan terjadi dalan mempelajari filsafat ilmu. Mengapa? Jawaban dengan mudah dapat saya tebak sesuai dengan pengertian awal saya bahwa belajar filsafat ilmu akan membuat mahasiswa semakin tidak jelas jika mereka semakin mempelajarinya. Demikianlah benar adanya seperti yang diucapakan oleh Pak Marsigit di awal pertemuan ini (sambil tertawa, diikuti oleh gelak tawa mahasiswa).
Saya cukup menyadari bahwa sebenarnya Pak Marsigit telah berusaha membawa filsafat ilmu ke dalam bahasa-bahasa ringan supaya para mahasiswa dengan mudah dapat mencerna materi yang diberikan. Namun rupanya hal ini juga masih kurang membantu mahasiswa untuk mengerti, termasuk diri saya sendiri. Istilah elegi digunakan dalam banyak tulisan Pak Marsigit (http://powermathematics.blogspot.com), elegi adalah kata kiasan untuk filsafat.
Ada aturan penilaian dalam kuliah selama satu semester ke depan, yang pertama adalah penilaian dari tes jawab singkat pada setiap pertemuan. Kedua, menuliskan comment pada elegi yang dituliskan di http://powermathematics. blogspot.com, dimana setiap comment yang masuk akan secara otomatis terhitung sebagai nilai individu melalui e-mail marsigitina@yahoo.com. Ketiga adalah membuat blog yang didaftarkan sebagai follower dari http://powermathematics. blogspot.com. Adapun ketentuan mengenai blog tersebut adalah berisi refleksi perkuliahan yang telah dilalui. Dalam setiap pertemuan perkuliahan mahasiswa wajib membuat sebuah refleksi dan mengumpulkan print out dari refleksi tersebut pada pertemuan berikutnya.
Bagian akhir dari refleksi harus selalui dituliskan beberapa pertanyaan yang tidak ditentukan temanya. Mahasiswa bebas menyampaikan pertanyaan apa saja di dalam refleksinya. Menurut Pak Marsigit permulaan belajar adalah dengan menyampaikan pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari dalam diri mahasiswa.
Filsafat digambarkan dalam diagram berikut:
Filsafat umum -> Filsafat ilmu -> Filsafat matematika
-> Filsafat pendidikan
-> Filsafat pendidikan matematika
Beberapa definisi filsafat disampaikan dalam perkuliahan ini. Definisi 1. Filsafat mempelajari segala sesuatu ‘dalam sedalam-dalamnya, luas seluas-luasnya, dan sesampai-sampainya akal pikiran manusia’.
Definisi 2. Filsafat adalah olah pikir, ada juga mengatakan olah rasa. Di dunia ini ada kaum fatal, yaitu orang-orang yang hanya memikirkan 100% kehidupan akherat saja. Sedangkan yang lain ada juga yang disebut kaum fital, yaitu orang-orang yang hanya memikirkan 100% kehidupan duniawi. Sebenarnya yang terbaik adalah keseimbangan yang seimbang antara pemikiran dunia dan akherat.
Definisi 3. Filsafat adalah pikiran para filsuf. Dalam berfilsafat terdapat tiga pilar yang mesti dipenuhi, yaitu hakikat (ontologi), metodologi (epistimologi: filsafat ilmu), dan value (aksiologi: manfaat, etik, estetika). Definisi 4. Hidup adalah kontradiktif (dalam pikiran manusia: normatif). 1) identitas: dirinya = diri sendiri, dan 2) kontradiksi (jika bukan identitas). Definisi 5. Filsafat adalah refleksi, melihat diri sendiri. Tiadalah orang berfilsafat jika dia tidak bisa merefleksi. Maka berfilsafat adalah tingkat berpikir yang paling tinggi karena merefleksi. Definisi 6. Filsafat adalah ilmu tentang aturan-aturan. Namun sebenarnya filsafat itu tidak beraturan.
Selain beberapa definisi, disampaikan pula beberapa adab dalam tata cara filsafat. Adab 1. Semua kembali kepada Tuhan (spiritural). Adab 2. Penghambat filsafat ilmu adalah kesombongan (menutup diri) artinya tidak menerima saran dari orang lain. Adab 3. Prinsip berfilsafat adalah membangun hidup. Adab 4. Ilmu dimulai dengan pertanyaan. Filsafat adalah pertanyaan. Adab 5. Kesadaran bahwa filsafat itu adalah isi sekalian wadah. Wadah dan isi tersebut disebut sebagai objek filsafat, wadah sebagai objek formal dan isi sebagai objek material. Adab 6. Bahasa filsafat adalah bahasa analog (bahasa hati).
Adab 7. Dalam filsafat bukan jawaban yang dikehendaki, melainkan penjelasan. Filsafat sebenar-benarnya tidak lain dan tidak bukan adalah penjelasan. Adab 8. Filsafat itu ada dalam ruang dan waktu. Adab 9. Filsafat menembus ruang dan waktu, gunanya agar dapat berfikir kritis, dan ternyata tidak ada manusia yang mampu mengetahui dirinya sendiri. Adab 10. Kontradiksi adalah awal dari pada ilmu. Jikalau engkau ingin mencari ilmu siapkan pikiranmu di dalam kontradiksi. Jangan biarkan hatimu di dalam kontradiksi, jika ada kontradiksi di dalam hatimu senyatanya adalah seekor syaitan.
Dari penjelasan yang telah diuraikan dalam kuliah dan dirangkum ulang. Sebagai refleksi, saya merasa bahwa diri saya masih belum bisa memahami betapa makna “filsafat ilmu” dapat dijabarkan dalam definisi-definisi yang begitu banyak. Pada akhirnya timbul beberapa pertanyaan yang perlu saya tuliskan pada bagian akhir dari refleksi ini.
1. Dikatakan bahwa filsafat adalah ilmu tentang aturan-aturan. Namun sebenarnya filsafat itu tidak beraturan. Apa maksud sari kedua kalimat ini?
2. Belajar dimulai dari pertanyaan, kadang saya merasa bahwa saya tidak tahu apa yang harus ditanyakan ketika saya sedang merasa belajar. Apakah ada masalah dalam cara belajar saya?
3. Bagaimana langkah yang terbaik bagi saya dan mahasiswa yang lain agar dapat dengan mudah menyerap materi-materi yang disampaikan dalam mata kuliah filsafat ilmu? Terus terang saya sulit untuk mengikuti alur berpikir dalam perkuliahan ini. Beberapa hal begitu membingungkan saya, sehingga membuat saya semakin tidak mengerti.
4. Mengapa manusia begitu sulit untuk melihat dirinya sendiri? Apakah hal ini termasuk kesombongan atau kelemahan?
5. Jika dalam filsafat tidak menghendaki jawaban, maka tidaklah ada benar atau salah dalam filsafat. Apakh pernyataan saya ini benar?
Refleksi Kuliah Perdana Filsafat Ilmu
Dosen pengampu Bapak Marsigit
Senin,16 Juli 2012
07.30 – 10.00 WIB
Ruang 102 gedung lama Program Pascasarjana UNY
Nama : Erni Ayda
NIM : 12709259019
Pendidikan Matematika P2TK - PPs UNY
Langganan:
Postingan (Atom)