Senin, 30 Juli 2012

Penyakit dalam Berfilsafat Kuliah hari ini, Senin, 30 Juli 2012 dimulai pukul 07.30 WIB. Namun ada yang sedikit berbeda dari kuliah filsafat ilmu pada hari ini jika dibandingkan dengan kuliah sebelumnya. Perrtama, Pak Marsigit tidak memberikan tes jawab singkat. Sedikit lega rasanya, karena dari beberapa tes jawab singkat yang telah diberikan, saya dan teman sekelas saya belum pernah memperoleh nilai yang layak. Kedua, di kelas filsafat ilmu kali ini ada dua mahasiswa S1 Matematika yang mengikuti kuliah. Ketiga, di akhir kuliah mahasiswa tamu tersebut mengatakan bahwa dia merasa bingung mendengarkan penjelasan filsafat ilmu, dan benar-benar hal ini sama dengan apa yang saya rasakan selama mengikuti kuliah filsafat ilmu. Landasan utama yang dibutuhkan dalam mengikuti kuliah filsafat ilmu pada khususnya, dan juga mencari ilmu pada bidang studi lainnya secara umum, adalah keikhlasan lahir dan batin. Dengan dasar tersebut niscaya para pencari ilmu akan mendapatkan ilmu yang benar-benar memberikan manfaat luar biasa baik di dunia maupun akherat. Manfaat keilmuan diharapkan dapat berguna bagi diri sendiri, orang lain, dan lingkungan secara luas. Hal itu selaras dengan pernyataan bahwa hidup adalah sebagai suatu garis lurus dan melingkar (sirotolmustaqim). Garis-garis lurus dalam hidup akan berulang-ulang melingkar-lingkar, dan berjalan secara terus menurus. Dari sinilah kita seagai manusia wajib meningkatkan kualitas hidup kita ke arah yang positif dan senantiasa meninggalkan sikap sombong. Sikap sombong, jika tidak kita hindari maka akan menghambat perkebangan hidup kita ke arah yang baik. Tambah lagi, secara lebih khusus, secara berulang kali disampaikan Pak Marsigit bahwa kesombongan adalah musuh dalam mempelajari filsafat ilmu. Sebagai seorang yang ingin mengalami perubahan dalam hidup hendaknya dia bisa menghindari penyakit filsafat yang didefinisikan dalam ADAB selanjutnya, yaitu bahwa penyakit filsafat adalah penyakit hidup. Banyak penyakit filsafat yang ternyata telah menggerogoti hidup kita. Dicontohkan dalam kuliah kami kali ini yaitu Pak Marsigit menyebut sebagai “strok” dan “koma”. Penyakit-penyakit tersebut sangatlah banyak, antara lain, sifat parsial atau terpisah-pisah. Contohnya ketika belajar matematika, tanpa memikirkan filsafatnya matematika, maka akan menjadi suatu kepincangan dalam hidup. Contoh kongkretnya ketika kita menjadi guru matematika tetapi secara lugas menggunakan ilmu matematika dalam segala hal tanpa melihat situasi dan menyesiaikan kondisi, misal menbuat persentase kasih sayang seseorang kepada orang lain. Penyakit kedua adalah terputus-putus, artinya pencarian filsafat tidak dilakukan secara terus-menerus. Penyakit selanjutnya adalah homogen, heterogen, misscommunication, tidak komprehensif, tidak ada penjelasan, atau bahkan penjelasan yang berlebihan pun dikatakan sebagai penyakit filsafat. Contoh penjelasan yang berlebihan adalah ketika kita memberitahukan suatu hal kepada suami atau istri, tetapi kita lakukan pemberitahuan tersebut berkali-kali, padahal orang yang kita beritahu telah mengerti sekali. Maka hal ini yang disebut sebagai penyakit filsafat. Penyakit yang lain adalah memaksakan kehendak diri sendiri. Contohnya ketika diberikan tugas kuliah yang menjadi aturan dalam penilaian tidak mau melaksanakan, dengan berbagai alasan, maka orang tersebuut termasuk sebagai orang yang memaksakan diri. Tidak sopan santun terhadap ruang dan waktu juga termasuk penyakit filsafat. Dari penjelasan terakhir tersebut dapat didefinisakan bahwa filsafat adalah sopan santun terhadap waktu. Sopan santun adalah ilmu. Dalam perkembangan kehidupan dunia ada hal-hal yang dapat merusak dunis yaitu industri, ekonomi, dan politik. Siapapun orangnya pasti telah melakukan ketiga kegiatan tersebut, misal seseorang menggunakan teknologi berupa hp, dia telah melakukan kegiatan industri, selain itu seseorang berbelanja di pasar, maka dia juga melakukan kegiatan ekonomi, dan ketika berperan serta dalam pemilu, maka seseorang dikatakan telah berpolitik. Jadi kegiatan industri, ekonomi, dan politik merupakan kegiatan dalam hidup, dan dapat dikatakan sebagai filsafat, sebab filsafat adalah mempelajari hidup. Cara yang efektif dalam berfilsafat bagaimana? Jawabannya adalah dengan cara menerjemahkan dan diterjemahkan. Sadar atau tidak sadar sebenarnya kita telah berfilsafat setiap hari. Sebab filsafat adalah mempelajari hidup, artinya setiap apa yang kita lakukan dalam hidup ini adalah belajar atau mempelajarinya. Itulah filsafat. Filsafat yang lain dikatakan bahwa kita harus memahami aturan yang ada di dunia yaitu mengenai identitas dan kontradiksi. Identitas tidak pernah dapat dicapai manusia, manusia selalu menghadapi sesuatu yang kontradiksi. Namun demikian, kita harus bersyukur ketika masih menghadapi suatu yang kontradiksi. Karena kontradiksi adalah ciri-ciri kita sedang berpikir. “Jika kamu berpikir munculkan kontradiksi dalam pikiranmu”. Manusia sebenar-benarnya memiliki sifat yang unlimited. Artinya kita dapat mendefinisikan seseorang melalui sifat-sifatnya sampai tak terhingga banyak. Misalnya saya adalah guru yang banyak bicara. Pak Husni senang sekali memberikan penjelasan tentang bilangan basis 2 kepada rekan-rekannya. Meski sifat manusua tak terhingga banyak namun salah satu sifat manusia yang pasti melekat adalah sifat ego, yang mana sifat ini menjadikan manusia itu sendiri untuk melihat dirinya sendiri. Untuk menghilangkan sifat ego dan meningkatkan kemampuan untuk melihat diri sendiri dapat dilatih dengan melakukan refleksi. Semakin banyak refleksi yang dilakukan maka semakin hilanglah sifat ego manusia. Filsafat meliputi segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Dapat dikatakan pula bahwa setiap orang pasti berfilsafat, bahkan orang yang mengaku tidak berfilsafat pun dia sebenar-benarnya telah berfilsafat, dan orang yang tidak sadar bahwa dia berfilsafat, dia juga berfilsafat. Maka dari itu kita harus belajar berfilsafat dari hal yang sepele. Janganlah memikirkan hal-hal besar jika kita belum bisa memikirkan hal yang sepele terlebih dahulu. Atau dengan kata lain janganlah kamu berfilsafat jika kamu belum bisa memikirkan hal-hal yang sepele. Ada satu hal yang berkaitan dengan mempelajari filsafat ilmu dalam kuliah ini adalah melalui pembacaan elegi. Namun demikian, masih banyak hal yang membuat kita tidak mengerti apa yang ada dalam elegi-elegi tersebut. Jika hal ini terjadi maka yang hendaknya dilakukan adalah dengan membaca elegi-elegi yang lainnya. Hal-hal yng tidak dimengerti tersebut bisa jadi telah didefinisikan dalam elegi yang lain. Inilah fungsinya belajar terus-menerus dan tidak terputus. Jadi cara ini pun dapat meminimalkan atau mengeliminer penyakit filsafat yang menempel pada diri manusia. Bagaimana hasil yang tampak jika kita telah sukses belajar filsafat? Jawabnya adalah jika kita telah mampu membangun dunia. Inilah akhir dari kuliah filsafat pada hari ketiga yang dapat saya refleksikan. Sebelum kuliah ditutup Pak Marsigit memberikan tugas untuk minggu depan. Tugas tersebut adalah mencari materi mengenai filsafat yang berhubungan dengan filsafat Yunani termasuk tokoh-tokohnya untuk dipelajari. Hasil pembelajaran akan digunakan sebagai bahan tes jawab singkat yang akan dilakukan minggu depan. Di bagian akhir dari refleksi ini masih muncul pertanyaan yang perlu saya tuliskan sebagai hasil pemikiran saya. 1. Bagaimana seseorang telah dikatakan dapat membangun dunia? 2. Bagaimana cara mengetahui tingkat kesadaran kita bahwa kita sedang berfilsafat?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar