Sabtu, 29 September 2012

ALIRAN-ALIRAN DALAM FILSAFAT 1. IDEALISME Aliran idealisme yang berkembang di Jerman setelah kematian Kant menggunakan bacaan khusus dari karyanya dan memperkembangkan metafisika spekulatif, meskipun Kant menolak kemungkinannya. Tokoh-tokoh aliran ini adalah: a. Johann Gottlieb Fichte (1762-1814) Berpendapat bahwa esensi filsafat Kant adalah bahwa subjek, atau ego, merupakan bahan utama untuk diselidiki. Ide pengetahuan praktis Kant ini jelas membebaskan diri dari Kant (Osborne, 2001: 106). b. Friedrich von Schelling (1775-1854) Berusaha menggambarkan filsafat kritis Kant dengan pemahaman umum mengenai pentingnya seni. Di dalam sistem transendental idealism ia mengikuti Fichte, tetapi akhirnya muak dengan itu (Osborne, 2001: 107). c. Friedrich von Schiller (1759-1805) Memperkembangkan ide-ide Kant mengenai seni, dengan berpendapat bahwa seni sebagai kegiatan netral, merupakan pokok baik bagi hidup publik maupun pribadi. Ide-idenya merupakan bagian dari sikap romantik yang ada dan melihat seni sebagai hal mutlak (Osborne, 2001: 107). d. Madame de Stael (1766-1817) Karyanya yang terkenal adalah Literature Considered in its Connexians to Social Institutions, membahas tentang hubungan agama, hukum, moral, dan sastra. Karya ini menandai awal dari apa yang disebut sosiologi sastra (Osborne, 2001: 107). e. G. W. F. Hegel (1770-1831) Pada masa-masa awalnya Hegel menyerupai seorang mistikus, dan pengkritiknya menyarankan bahwa ia tidak pernah meninggalkan ciri ini. Tulisan-tulisan terkenalnya natara lain The Phenomenology of Mind, The Logic, dan The Phtlosophy of Right. Dua yang pertama mungkin dapat disebut yang paling kabur dalam seluruh filsafat dan tentunya menimbulkan banyak penafsiran. Hegel dipengaruhi oleh tiga gerakan besar, bahwa logikanya mempunyai struktur tiga dimensi, dan sistemnya mempunyai aspek tritunggal (Osborne, 2001: 108). Pengaruh Kant dan idelaisme pasca-Kant Kristianitas Romantisisme Jerman Logika Tesis Antitesis Sisntesis Sistem Logika Filsafat alam Filsafat roh Hegel dapat dimengerti sebagai seorang monis, orang yang percaya kan satu keutuhan, Roh Absolut. Hegel mulai dengan membuang benda-dalam-dirinya-sendiri dan dunia noumenal Kant. Ia berpendapat bahwa klaim Kant bahwa sesuatu yang ada (benda-dalam-dirinya-sendiri) tidak dapat diketahui, merupakan kontradiksi menyalai hukum Kant sendiri mengenai batas pengetahuan (Osborne, 2001: 109). Idealisme dan Hegel menyajikan pandangan sebaliknya, yaitu bahwa apa pun yang ada dapat diektahui. Dalam diktum terkenal Hegel: “yang nyata itu rasional, dan yang rasional itu nyata” (Osborne, 2001: 108). Hal penting yang disampaikannya bahwa tidak ada sesuatu yang terpisah, kenyataan utama dalah ide absolut, “yang benar adalah keseluruhan”, ia menyatakan kebenaran dengan sistem. 2. MATERIALISME Marxisme merupakan bagian dari gerakan kembali ke materialisme. Tokoh-tokoh materialisme adalaha: a. Feuerbach (1804-1872) Feuerbach menegakkan materiallisme murni dan ilmu positif dengan membuat hubungan sosial antara manusia dengan manusia sebagai prinsip dasar teorinya (Osborne, 2001: 118). b. Marx Setelah revolusi yang gagal pada tahun 1848, Marx menetap di London, sampai akhir hayatnya. Di masa hidupnya ini ia sering berada dalam kemiskinan, dan diringankan dengan bantuan rutin dari Engels. Namun, hal itu tidak menghentikannya untuk belajar dan menulis (menulis dan menulis) (Osborne, 2001: 120). 3. UTILITARIANISME Aliran ini berpendapat bahwa tindakan disebut benar dalam perbandingan bila meningkatkan kebahagiaan, dan salah bila menghasilkan kebalikan dari kebahagiaan (Osborne, 2001: 131). Yang dimaksud kebahagiaan adalah kesenangan dan tiadanya rasa sakit, dan ketidakbahagiaan adalah rasa sakit dan ketiadaan kesenangan. 4. POSITIVISME Memusatkan perhatian pada metode positif dalam melihat hubungan antara kenyataan-kenyataan yang dapat diamati. Tesis positivisme adalah bahwa ilmu adalah satu-satunya pengetahuan yang validm dan fakta-fakta sajalah yang mungkin dapat menjadi objek pengetahuan (Muhadjir, 1998: 61). Tokoh utamanya adalah Aguste Comte (1798-1857). Ajaran-ajaran dasar positivisme adalah: a. Dalam alam terdapat hukum yang dapat diketahui. b. Dalam alam penyebab benda-benda tidak dapat diketahui. c. Setiap pernyataan yang pada prinsipnya tidak dapat direduksikan ke pernyataan sederhana mengenai fakta, baik khusus maupun umum, tidak dapat mempunyai arti nyata maupun masuk akal. d. Hanya hubungan antara fakta dapat diketahui. e. Perkembangan intelektual merupakan sebab utama perubahan sosial (Osborne, 2001: 135). 5. EKLEKTISISME Tokoh-tokohnya adalah: a. Herbert Spencer (1820-1903) Segala sesuatu berkembang dari suatu homogenitas yang belum berketentuan dan tanpa koherensi ke heterogenitas tertentu koheren (Osborne, 2001: 136). b. Charles Darwin (1809-1882) Darwin berpendapat bahwa alam berkembang menurut prinsip seleksi alami. Setiap organisme mengalami variasi genetik oksidental kecil di dalam setiap generasi (Osborne, 2001: 137). Teorinya yang terkenal adalah Struggle for life (perjuangan untuk hidup) yang berlaku pada setiap perkumpulan makhluk hidup yang sejenis, karena meskipun sejenis namun tetap menampilkan kelainan-kelainan kecil (Surajiyo, 2007: 88). 6. INSTRUMENTASILME Sepanjang hidupnya John Dewey (1859-1952) percaya bahwa intelegensi, tingkah laku, dan pengetahuan dapat berubah, dan akibatnya bahwa pendidikan merupakan hal yang sangat menentukan untuk membentuk masyarakat (Osborne, 2001: 140). Menurut Muhadjir (1998: 47), bagi kaum instrumentalis, teori merupakan instrumen bagi pernyataan observasi. Teori dapat digunakan untuk mensistematisasikan pernyataan observasi sehingga muncul teori interpretasi terarah dan terkonstruksi. Daftar Pustaka Muhadjir, Noeng. 1998. Filsafat Ilmu: Telaah Sistematis Fungsional Komparatif. Yogyakarta: Rake Sarasin. Osborne, Richard. 2001. Filsafat untuk Pemula. (terjemahan oleh P. Hardono Hadi). Yogyakarta: Kanisius. Surajiyo. 2007. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Selasa, 18 September 2012

Menggapai Profesionalisme Berfilsafat Banyak sekali esensial dalam filsafat ilmu, tapi intinya bagaimana memposisikan diri kita. Namun pada dasarnya adalah bagaimana kita melaksanakan oleh pikir sesuai dengan konteksnya. Semua harus bisa sesuai dengan dimensi ruang dan waktu. Kita tidak pernah menempati ruang dan waktu yang sama, bahkan bumi pun tidak menempati ruang dan waktu yang sama. Bumi terus bergerak berevolusi dan berevolusi mengelilingi matahari. Ruang dan waktu adalah kesempatan jadi bagaimana kita bisa memnfaatkan ruang dan waktu. Berfilsafat haruslah profesional. Prinsip berfilsafat kadang begitu enteng, ringan, artinya jika kita sudah menemukan wadahnya. Bahkan karena begitu ringannya maka bisa menjadi kosong. Kadang orang bilang filsafat itu omong kosong. Kalau berbicara ke bawah siapa berhak bicara adalah siapa yang punya kekuasaan. Kekuasaan dalam arti luas adalah power. Bisa juga berarti uang, siapa yang punya uang, dia yang berhak bicara. Kekuasaan dalam arti jabatan, maka yang berhak bicara adalah para pejabat. Kekuasaan dapat membuat seseorang berhak berbicara, seperti berfilsafat, bukan sekedar common sense atau olah pikir orang biasa. Filsafat haruslah profesional artinya bisa mengerti multi dimensi yang ada dari sebuah ide, di atas, di bawah, di samping kanan, kiri, dan sebagainya. Filsafat dapat dicirikan pada obyek dan metodenya. Misalnya filsafat metematika objeknya adalah matematika dan metodenya bisa bermacam-macam. Objek filsafat politik, objeknya kekuasaan, metodenya bagaiman memperoleh kekuasaan. Filsafat secara umum adalah mempunyai objek kehidupan dan metodenya metode hidup/hermenitika. Sehingga ada saat-saat yang kurang disenangi. Filsafat matematika berkembang mulai dari Babilonia dan Mesopotamia, karena di daerah ini ditemukan artefact-artefact yang menunjukkan berapa lama, terdiri dari air dan juga tanah. Di lembeh sungai Trigris dan Effrat ada lempengan-lempengan tanah yang berisi tulisan-tulisan tentang matematika. Sedangkan filsafat yang tertua tertulis di Yunani, mereka telah menegakkan demokrasi, negara yang ideal yang ditunjukkan pada peninggalan-peninggalan. Pemikiran separoh adalah logika dan separohnya lagi adalah pengalaman. Pure mathematics juga baru memikirkan separo dunia saja. Matematika konsisten, matematika eksak, ini baru separo dunia. Jika demikian matematika adalah mitos. Padahal matematika adalah kontradiksi. Filsafat adalah manajemen ruang dan waktu, jadi berfilsafat adalah omongan para orang tua. Dimana orang tua atau dewasa telah bisa berfikir atau peka terhadap ruang dan waktu. Jika tidak demikian maka sedang terganggu penyakit filsafat. Elegi digunakan dalam program menjaga kesehatan, artinya agar filsafat tidak pincang. Filsafat harus seimbang. Dalam filsafat memperbincangkan yang ada dan yang mungkin ada. Segala yang belum ada di dalam pikiran berarti sesuatu itu adalah yang mungkin ada. Sedangkan yang ada adalah segala yang sudah ada di dalam pikiran. Jadi objek filsafat adalah yang ada dan yang mungkin ada. Filsafat selalu dalam harmoni, satu dengan yang lain adalah merupakan tesis dan antitesis. Berfilsafat adalah mensistesis, artinya meninteraksikan antara tesis dan antitesis. Mesir adalah tesis dari orang Yunani, orang Yunani adalah antitesis dari Mesir. Tesis dan atitesis adalah kodrat. Pusat budaya adalah kerajaan yang mengajarkan tata cara formal. Raja tidak bisa hidup sendiri. Ada patih, punggawa, sentono dasn sebagainya. Kalau di daerah yang lain adalah tidak berdasar pada kekuasaan. Cerita-cerita di daerah keraton adalah mengenai kepahlawanan dan kekuasaan. Jadi berbeda-beda perkembangan satu daerah dengan daerah lain. Misalnya wayang, di daerah Jogja dan Solo bisa berbeda. Dalam filsafat, hal yang satu dengan yang lain selalu berhubungan. Kebutuhan hidup manusia yang primer adalah air dan makanan. Jika tidak ada air manusia tidak bisa hidup. Maka manusia akan hidup disekitar sungai, disinilah tumbuh peradapan manusia. Misalnya sungai Nil yang mengalir di sepanjang tujuh negara. Kodrat manusia bisa mengidentifikasi apa yang ada di sekitarnya. Misalnya anak kecil mengidentifikasi apa saja yang ada disekitarnya, kesadaran keluar atau rasa ingin tahu. Dalam filsafat harus memiliki kesadara keluar dan kedalam. Hanya orang dewasa yang mampu melakukan kesadaran ke dalam. Orang Yunani mengembangkan prisip-prinsip yang ditemukan oleh bangsa Mesir kuno. Pehitungan yang dilakukan orang Yunani dalam matematika adalah dengan cara mencoba-coba. Inilah prisip dasar mencari ilmu separoh dunia dengan cara pengalaman (coba-coba). Thales, mencari cara bagaimana supaya diterima. Abstraksi dilakukannya, sembarang segi empat luasnya beraoa. Bentuk formal di jaman Yunani kuno dalam artian, orang Mesir kuno menemukan bahwa jika ada segitiga siku-siku yang panjang sisi siku-sikunya diketahui maka dapat menghitung sisi yang lain. Pentingnya matematika dapat diterapkan dalam berbagai dalam hal kehidupan. Misalnya dalam proses membangun rumah. Ilmu matematika juga sangat penting dalam penerapan prinsip-prinsipnya. Matematika sangat dekat dengan kehidupan kita. Hal ini sejalan dengan filsafat. Terjadi revolusi besar-besar oleh Euclides yang membuat buku 13 jilid yang berjudul unsu-unsur atau elemen. Buku ini masih berlaku berabad-abad. Buku geometri tersebut masih ada hingga saat ini, di Indonesia, di Belanda bahkan di tempat lain mungkin masih ada. Di sini dia mendefinisikan, titik, garis, sudut, bidang, kubus. Kubus diajarkan dibelakang. Secara psikologis bertentangan. Yaitu Gestalt bahwa pertama yang dikenal adalah bentuk luarnya, jadi dalam hal ini adalah mengenal bentuk kubus, baru diketahui detailnya. Dari kubus (bentuk umum) ke khusus. Padahal Euclides mengajarkan dari bentuk khusus (unsur-unsurnya) baru ke umumnya. Euclides membuat difinisi, teorema, aksioma, postulat. Namun semua itu hanya benar pada ruang dan waktu tertentu. Seperti halnya dengan undang-undang atau permen hanya berlaku pada orang-orang tertentu. Berbagai usaha untuk mengembangkan matematika, disponsori oleh Hilbert dengan berusaha membangun matematika yang tunggal dan kokoh yang disebut matematika formal, sampai sekarang yang dipelajari di PT adalah metematika Hilbert. Membuktikan matematika yang tidak kontradiksi atau konsisten. Kemudian murid Hilbert bernama Godel yang mengatakan jika Anda membuat matematika yang tunggal tidaklah mungkin. Hal ini bisa dicapai jika matematika tidaklah lengkap. Demikian refleksi perkuliahan filsafat ilmu yang dapat saya tuliskan. Dan di bagian akhir dari refleksi ini masih muncul pertanyaan yang perlu saya tuliskan, yaitu: 1. Apakah ada batasan-batasan mengenai matematika formal? 2. Bagaimana seseorang yang mempelajari matematika sadar bahwa dia telah mempelajari seluruh dunia, bukan setengah-setengah? Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu Dosen pengampu Dr. Marsigit Senin, 17 September 2012 07.30 – 09.00 WIB Ruang 102 gedung lama Program Pascasarjana UNY

Selasa, 11 September 2012

Pendalaman Filsafat Ilmu Pengertian ada adalah ketika seseorang telah berfikir. Siswa ada jika mereka berfikir. Jika siswa berfikir maka mereka ada. Tugas seorang guru adalah membuat murid-muridnya ada dengan sebenar-benarnya. Artinya ketika mengajar di kelas siswa datang dan secara fisik ada di dalam kelas, maka mereka harus berfikir supaya mereka benar-benar ada. Selain itu jika guru memberikan instruksi kepada siswa maka siswa seharusnya menjadi mengada dengan mengerjakan tugas-tugas tersebut, dan tugas-tugas yang sudah dikerjakan adalah pengada bagi mereka. Belajar adalah berusaha memahami segala hal dengan baik. Sejak kecil manusia selalu belajar, seorang bayi pun akan belajar tentang apa yang ada disekitar mereka. Sebuah barang yang ada disamping seorang bayi dia ambil untuk dipegang-pegang, dengan demikian dia sedang belajar untuk mengerti apa yang dipegangnya. Kemudian dia coba untuk melemparnya. Diambil lagi, dipegang-pegang, dilempar lagi. Demikian samapi dia mendapatkan apa saja yang dia ingin pelajari dari kegiatan itu. Atau bisa jadi sampai dia menemukan hal lain untuk dipelajari. Belajar seumur hidup adalah sangat penting. Manusia diciptakan untuk selalu belajar dan belajar. Belajar apapu, kapanpu dan dimanapun. Sebagai contoh belajar sopan santun di dalam masyarakat, pastilah seseorang setiap saat memiliki peluang untuk belajar baik tentang hal yang belum diketahuinya maupun hal-hal yang sudah diketahuinya untuk lebih diperdalam. Misalkan belajar untuk menyampaikan sambutan di dalam hajatan saudara atau tetangga, pertama-pertama seseorang akan melihat, berulang-ulang, baru pada akhirnya dia akan mampu untuk melakukannya sendiri. Hal penting yang perlu diingat dalam pergaulan di dalam masyarakat adalah bahwa kita harus memunculkan suasana hati yang baik, bukan suasana pikiran. Hal ini disebabkan karena di dalam masyarakat tentunya masih belaku etik, estetika dan sopan santun yang harus tetap dijunjung tinggi. Jika tidak bisa melakukan yang demikian di dalam masyarakat dapat dikatakan bahwa kita masih gagal dalam kehidupan sosial masyarakat dan masih perlu banyak belajar dan belajar lagi. Semakin banyak pengalaman baik yang dilakukan maka kita akan menjadi cerdas secara emosional dalam menjalin hubungan sosial di masyarakat atau lingkungan dimana kita tinggal. Belajar, tentu saja akan menemukan hal-hal yang sulit. Kesulitan barangkali akan membuat suatu kebingungan bagi si pebelajar, namun inilah awala dari belajar itu sendiri. Mula-mula seseorang akan bingung yang akhirnya muncullah pertanyaan-pertanyaan atas kebingungannya tersebut. Inilah yang disebut sebenar-benarnya belajar. Jika tidak ada pertanyaan maka belumlah seseorang dikatakan berfikir untuk belajar. Kesulitan tentu saja akan selalu ditemui jika sedang belajar. Inilah bukti bhawa kemampuan berfikir manusia sangat terbatas. Begitu pula dalam belajar filsafat ilmu, sebuah subjek yang mempelajari metafisik dari ilmu itu sendiri. Kesulitan pasti muncul. Jika si pebelajar filsafat ilmu tidak memulai segala usahanya dengan keikhlasan maka akan sangatlah bertambah kesulitan dia untuk mempelajarinya. Salah satu langkah yang bisa mengurangi kesulitan dalam belajar filsafat ilmu adalah dengan terus berusaha, tidak berputus asa. Jika demikian telah dilakukan, namun masih menemukan kesulitan, maka ini adalah sebuah proses belajar yang harus dijalani. Salah satu cara yang baik dalam belajar filsafat yang secara sederhana dapat dilakukan oleh siapapun adalah dengan terus membaca. Membaca, membaca, membaca, ... dan membaca, kemudian direfleksikan. Inilah salah satu cara cerdas yang dapat dilakukan. Ruang dan waktu sangatlah penting kita sadarai dalam belajar berfilsafat secara lebih mendalam. Berfilsafat berarti harus dapat sopan dan santun terhadap ruang dan waktu. Tanpa itu semua kehidupan akan menjadi pincang artinya tidak ada keseimbangan dalam hidup. Kita akan berlaku dan bersifat egois, baik terhadap diri sendiri maupun terhadap lingkungan. Jika hal demikian ini terjadi maka dapat dilihat bahwa ciri-cirinya kita masih sering memaksakan diri terhadap sesuatu tanpa mempertimbangkan dimensi ruang dan waktu. Contohnya kita menginginkan dua hal sekaligus, yang mana kedua hal tersebut benar-benar tidak dapat dilakukan dalam suang dan waktu yang sama. Disinilah seharusnya kita pandai untuk memilih hal mana yang menjadi prioritas kita. Jika tidak maka justru kita akan menjadi orang yang merugi karena tidak dapat melakukan hal-hal secara maksimal atau bahkan tidak ada satupun hasil yang kita dapatkan karena suatu proses pemaksaan diri. Demikian refleksi perkuliahan filsafat ilmu yang dapat saya tuliskan. Dan di bagian akhir dari refleksi ini masih muncul pertanyaan yang perlu saya tuliskan karena ketika akhir perkuliahan Bapak Marsigit menjelaskan tentang Elegi Menggapai Pondamen. 1. Bagaimana alur pikir kaum anti-foundalisme? 2. Apakah sebagian besar orang akan menyadari di bagian mana mereka tergolong, kaum foundalis atau anti foundalis? Refleksi Kuliah Filsafat Ilmu Dosen pengampu Dr. Marsigit Senin, 10 September 2012 07.30 – 09.00 WIB Ruang 102 gedung lama Program Pascasarjana UNY